Jannah Theme License is not validated, Go to the theme options page to validate the license, You need a single license for each domain name.
Ta'dibThe Worldview of Islam

1.8. Dampak Kerancuan dan Kebingungan (Confusion)

The Worldview of Islam

Pernahkah kita bertanya-tanya, mengapa umat Islam hari ini—yang jumlahnya miliaran, memiliki sumber daya alam melimpah, dan mewarisi kitab suci yang otentik—justru sering kali menjadi penonton di pinggiran panggung peradaban? Mengapa kita sering merasa inferior, mudah diadu domba, dan gagap dalam merespons tantangan zaman?

Banyak pengamat sosial dan politik yang menawarkan jawaban beragam. Ada yang bilang masalah utamanya adalah kemiskinan ekonomi. Ada yang bilang ketertinggalan teknologi. Ada juga yang menyalahkan konspirasi musuh-musuh Islam. Namun, Syed Muhammad Naquib al-Attas (lahir 1931 M) mengajak kita untuk melihat masalah ini lebih dalam lagi, menembus lapisan permukaan hingga ke akar ontologisnya.

Menurut Al-Attas, akar krisis umat Islam bukanlah politik, bukan pula ekonomi. Akar masalahnya adalah kerancuan pandangan alam yang menyebabkan kerusakan ilmu (corruption of knowledge). Ketika “kacamata” pandangan alam kita retak atau tercampur dengan lensa asing (Barat sekular), maka kita tidak lagi mampu melihat realitas sebagaimana adanya. Akibatnya, timbullah fenomena yang beliau sebut sebagai kebingungan (confusion).

Mari kita bedah anatomi kebingungan ini. Kebingungan dalam Islam bukan sekadar “tidak tahu” (jahil biasa), melainkan kondisi di mana seseorang “merasa tahu padahal keliru”. Ini terjadi karena ia menggunakan standar nilai yang salah dalam menilai segala sesuatu. Al-Attas merumuskan sebuah rantai sebab-akibat yang sangat presisi untuk menjelaskan kehancuran ini:

1. Kerusakan Ilmu (Corruption of Knowledge)

Ini adalah titik awalnya. Ilmu menjadi rusak ketika konsep-konsep kunci dalam Islam (seperti konsep Tuhan, Wahyu, Agama, Manusia, dan Kebahagiaan) ditafsirkan ulang menggunakan cara pandang Barat yang sekular. Misalnya, konsep “agama” (Ad-Din) yang agung direduksi hanya menjadi “budaya” atau “urusan privat”. Konsep “ilmu” yang seharusnya mendekatkan diri pada Allah (ma’rifatullah), diubah menjadi sekadar alat mencari uang atau menguasai alam. Ketika definisi-definisi ini bergeser, maka peta jalan hidup seorang Muslim pun menjadi kacau. Ia berjalan menuju jurang, tapi mengira sedang mendaki puncak kejayaan.

2. Hilangnya Adab (The Loss of Adab)

Kerusakan ilmu ini kemudian melahirkan penyakit sosial yang disebut the loss of adab (hilangnya adab). Jangan salah paham, adab di sini bukan sekadar sopan santun, senyum, sapa, atau cium tangan. Dalam definisi Al-Attas, adab adalah disiplin jasadiah, akliah, dan ruhaniyah yang memungkinkan seseorang mengenali dan meletakkan segala sesuatu pada tempatnya yang benar dan wajar.

Orang yang beradab adalah orang yang tahu “memposisikan”. Ia tahu memposisikan Tuhan sebagai pencipta (maka ia menyembah-Nya), tahu memposisikan Nabi sebagai pemimpin mutlak (maka ia menaatinya), tahu memposisikan ulama sebagai pewaris nabi (maka ia menghormatinya), dan tahu memposisikan dirinya sendiri sebagai hamba (maka ia tidak sombong).

Ketika pandangan alam rusak, manusia kehilangan kemampuan untuk mengenali tempat-tempat ini. Inilah yang disebut “hilang adab”. Contohnya:

  • Ia meletakkan akal di atas wahyu (salah tempat).
  • Ia menghormati koruptor kaya lebih tinggi daripada guru ngaji yang miskin (salah tempat).
  • Ia menjadikan artis atau influencer yang pamer maksiat sebagai idola/panutan, sementara ulama yang lurus dianggap radikal atau ketinggalan zaman (salah tempat).

Ketika tatanan nilai terbalik-balik seperti ini, maka masyarakat tersebut sedang mengalami krisis adab yang parah, meskipun secara fisik mereka terlihat modern dan necis.

3. Munculnya Pemimpin Palsu (The Rise of False Leaders)

Inilah dampak paling mematikan dari hilangnya adab. Ketika masyarakat tidak lagi mampu membedakan mana emas dan mana loyang, mana ulama sejati dan mana ulama palsu (ulama as-su’), maka mereka akan mengangkat pemimpin-pemimpin yang salah.

Al-Attas menegaskan bahwa karena hilangnya adab, umat Islam akan cenderung memilih pemimpin—baik di level negara, organisasi, maupun keilmuan—berdasarkan popularitas, kekayaan, atau retorika semata, bukan berdasarkan kapasitas ilmu dan akhlak. Mereka akan mengangkat orang-orang yang “bingung” untuk memimpin orang-orang yang “bingung”. Rasulullah SAW telah memprediksi fenomena ini dalam sabda beliau dalam riwayat al-Bukhari no. 100: “Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya sekaligus dari hamba-hamba-Nya. Tetapi Dia mencabut ilmu dengan mematikan para ulama. Hingga ketika tidak tersisa lagi seorang ulama, maka manusia akan mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh (ru-uusan juhhalan). Mereka ditanya, lalu mereka berfatwa tanpa ilmu, maka mereka sesat dan menyesatkan.”

Lingkaran setan ini terus berputar. Pemimpin yang salah (jahil) akan melahirkan kebijakan dan sistem pendidikan yang salah. Sistem pendidikan yang salah akan mencetak generasi baru yang semakin rusak ilmunya. Generasi yang rusak ilmunya akan semakin hilang adabnya, dan seterusnya.

Inilah bahaya nyata dari salah kacamata. Ia bukan sekadar perdebatan filosofis di ruang kelas, tetapi berdampak langsung pada kehancuran tatanan kehidupan nyata. Kita melihat hari ini bagaimana umat Islam seringkali terjebak pada isu-isu remeh (furu’iyah) dan bertengkar hebat di sana, sementara prinsip-prinsip dasar (ushul) agama mereka digerogoti oleh liberalisme dan sekularisme tanpa perlawanan berarti. Ini adalah bukti bahwa kita telah kehilangan prioritas—sebuah gejala klinis dari hilangnya adab.

Maka, perbaikan umat tidak bisa dimulai hanya dengan slogan politik atau bantuan ekonomi semata. Perbaikan harus dimulai dari pembenahan pandangan alam pada setiap individu manusia. Kita harus mengganti kacamata yang buram itu dengan kacamata Islam yang jernih (The Worldview of Islam), agar kita bisa kembali mengenali mana yang haqq dan mana yang batil, serta mampu meletakkan segala sesuatu pada tempatnya yang benar. Hanya dengan cara itulah, siklus kebingungan ini bisa diputus.

@supraha | t.me/supraha

▫️ UWS Community: https://chat.whatsapp.com/Kgg2jHyTxsP5rkDg1KsqlI
▫️ Channel Wido Supraha: https://chat.whatsapp.com/I5EYNEUrJGiAoj7nv38Mjb
▫️ Diskusi Materi: https://chat.whatsapp.com/BDB76cPkRID7ZE3I2RGFns
▫️ Kelas Tadabbur: https://chat.whatsapp.com/KT7YRzgBXCA7SDQaYaWFpl
▫️ Tadabbur 6236 ayat: https://chat.whatsapp.com/I5B5E635tbp2f9DoUV3SaL


Institut Adab Insan Mulia

▫️ Web: AdabInsanMulia.org
▫️ Telegram: t.me/sekolahadab
▫️ FB: facebook.com/adabinsanmulia
▫️ IG: instagram.com/adabinsanmulia
▫️ Twitter: twitter.com/adabinsanmulia
▫️ YouTube: www.youtube.com/AdabTVOnline
▫️ WA: https://chat.whatsapp.com/LELTACMjFab7bZm5igQoCB

Admin: wa.me/6287726541098

Related Articles

Leave a Reply

Back to top button