Pesan Adab Untuk Orang TuaTa'dib

Menyusun Visi dan Misi Keluarga

Sekolah Adab Untuk Orang Tua (SARAT)

Oleh: Dr. Wido Supraha, M.Si. (Direktur Institut Adab Insan Mulia)

Membangun ketahanan keluarga berawal dengan menghadirkan visi berkeluarga. Sebuah  visi akan mendorong lahirnya misi, dan selanjutnya keberadaan misi akan melahirkan serangkaian program kerja. Adanya visi akan membedakan sebuah keluarga dari keluarga lainnya, dilihat dari semangat, aktifitas harian, konten dialog, cita-cita dan rujukan motivasi.

Jika sebuah keluarga Muslim memiliki visi yang sama dengan keluarga selain Muslim, maka mengapa ia harus menjadi seorang Muslim? Atau, jika keluarga selain Muslim ternyata lebih produktif daripada keluarga Muslim, dimanakah kesalahannya? Apakah Al-Qur’an yang mendorong keluarga Muslim tidak produktif, ataukah keluarga itu yang hanya menjadikan Al-Qur’an simbol keislaman semata. Sejatinya, keluarga yang tidak memiliki visi, itulah wujud visinya, yaitu visi tanpa visi.

Setiap keluarga tentu memiliki rujukannya masing-masing dalam berbagai hal, termasuk dalam menyusun visi keluarga. Memiliki ketahanan dalam berkeluarga bisa menjadi salah satu misi dalam mencapai sebuah visi mulia dalam keluarga. Bagi Muslim tentu tidak ada rujukan yang terbaik selain Al-Qur’an, karena memang Al-Qur’an hadir sebagai guidance sekaligus pembeda (furqan), termasuk dalam penyusunan visi.

Menggali visi-visi Qur’ani dari keseluruhan 6236 ayat Al-Qur’an menjadi sebuah keniscayaan bagi Muslim agar mendapatkan arahan Ilahiyah yang akan membuat visi keluarga yang dibangun menjadi terarah, sistematis dan tepat sasaran. Terdapat minimal 3 (tiga) visi berkeluarga yang dapat digali dalam Al-Qur’an, yaitu: 1) Masuk Jannah Bersama; 2) Membahagiakan Rasulullah SAW; dan 3) Melahirkan Generasi Jannah.

Visi pertama adalah masuk Jannah bersama. Jika visi ini ditegaskan dan diinternalisasikan bersama, tentu akan berbuah sinergi bersama menuju jannah. Sampaikanlah kepada anak-anak biologis: “Ananda tercinta, Ayah bersemangat menuju Jannah, begitupun Bunda. Apakah engkau ingin bersama Ayah dan Bunda di Jannah? Jikalau iya, mari kita berbagi tugas di dunia ini.” Visi bersama masuk Jannah ini akan membuat seisi keluarga berlomba-lomba ke Jannah (fastabiqu al-Khairat), bukan berlomba-lomba ke Neraka; bersegera mengejar Ampunan Allah (sari’u ila maghfiratin min rabbikum), bukan bersegera mengejar azab-Nya; dan selalu ingin lebih dulu berbuat kebaikan (sabiquna bil khairat), bukan ingin lebih dahulu menzhalimi diri (zhalimun li nafsihi). Visi ini bukan saja harus dimiliki seorang Ayah kepada anaknya, namun juga seorang Kakek kepada cucunya. Secara jelas ini disampaikan Allah SWT dalam Surat Ath-Thur [52] ayat 21:

وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِاِيْمَانٍ اَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَآ اَلَتْنٰهُمْ مِّنْ عَمَلِهِمْ مِّنْ شَيْءٍۚ كُلُّ امْرِئٍ ۢبِمَا كَسَبَ رَهِيْنٌ

Dan orang-orang yang beriman, beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga), dan Kami tidak mengurangi sedikit pun pahala amal (kebajikan) mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya.

Visi kedua adalah membahagiakan Rasulullah SAW. Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah SWT yang dihadirkan untuk menjadi role-model bagi umat Islam. Dialah yang akan memohonkan syafa’atul uzhma kepada seluruh hamba-Nya di sepanjang zaman yang bertakwa. Rasulullah SAW pernah bersabda, sebagaimana riwayat HR. Al-Baihaqi (VII/78):

تَزَوَّجُوْا فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ اْلأُمَمَ يَوْمَ الْقِيَـامَةِ، وَلاَ تَكُوْنُوْا كَرَهْبَانِيَّةِ النَّصَارَى

Menikahlah, karena sesungguhnya aku akan membangga-banggakan jumlah kalian kepada umat-umat lain pada hari Kiamat, dan janganlah kalian seperti para pendeta Nasrani.”

Kebanggaan Rasulullah SAW tentu bukan sekedar karena umatnya menikah dan kemudian memiliki anak, namun juga karena umatnya serius dalam ikhtiar mendidik keluarganya sehingga tak satupun yang terpisah darinya kelak di Jannah. Tentu Rasulullah SAW tidak bahagia dengan adanya umatnya yang berada di Neraka. Ketahanan keluarga adalah salah satu pilar kesempurnaan ikhtiar tersebut.

Visi ketiga adalah melahirkan generasi Jannah. Tentu saja, generasi Jannah adalah generasi yang selama hidupnya dimudahkan untuk melakukan amalan-amalan Ahlul Jannah. Mudahnya seseorang melakukan amalan tersebut tentu berawal dari visi besar mereka yang ingin mengejar gelar-gelar yang terbaik dalam pandangan Al-Qur’an, seperti rabbani, ibadurrahman, taqwa, assabiquna al-awwalun, adz-dzakirin wa adz-dzakirat, dan ulul albab.

Ketiga visi di atas adalah contoh visi yang secara eksplisit dapat kita temukan di dalam rangkaian ayat-ayat Al-Qur’an. Adanya visi tersebut akan mendorong keluarga untuk menyusun misi agar visi tersebut dapat tercapai. Misi-misi yang bisa diwujudkan juga hendaknya diambil dari inspirasi Al-Qur’an. Di antara misi yang sejalan (inline) dengan visi tersebut, di antaranya: 1) Menanamkan Iman; 2) Menegakkan adab dan mengajarkan ilmu; dan 3) Melahirkan pemimpin Islami. Tentu ada banyak lagi misi yang dapat dijadikan dasar pemikiran keluarga Muslim dalam mewujudkan produktifitas amal dalam konteks ketahanan keluarga.

Misi pertama, menanamkan iman. Keluarga dibangun di atas basis keimanan dan dirawat dengan nilai-nilai keimanan. Maka, internalisasi iman menjadi sebuah keniscayaan, sehingga iman bukan sekedar diajarkan tapi ditanamkan melalui berbagai metode seperti dialog iman dan dialog hikmah. Kokohnya ketahanan keluarga adalah karena ia dibangun di atas pondasi yang kokoh, yakni iman. Disebutkan dahulu oleh Jundub bin ‘Abdullah r.a., bahwa dahulu cara Rasulullah SAW mendidik adalah dengan terlebih dahulu menanamkan iman, sebagaimana riwayat Ibnu Majah, no. 61:

عَنْ جُنْدُبِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- وَنَحْنُ فِتْيَانٌ حَزَاوِرَةٌ فَتَعَلَّمْنَا الإِيمَانَ قَبْلَ أَنْ نَتَعَلَّمَ الْقُرْآنَ ثُمَّ تَعَلَّمْنَا الْقُرْآنَ فَازْدَدْنَا بِهِ إِيمَانًا »

Dari Jundub bin ‘Abdillah r.a., ia berkata, kami dahulu bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami masih anak-anak yang mendekati baligh. Kami mempelajari iman sebelum mempelajari Al-Qur’an. Lalu setelah itu kami mempelajari Al-Qur’an hingga bertambahlah iman kami pada Al-Qur’an.

Misi kedua, menegakkan adab dan mengajarkan ilmu. Konsep penegakan adab sebelum pengajaran ilmu telah dimulai sejak turunnya bimbingan Allah SWT dalam Surat At-Tahrim [66] ayat 6:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ ٦

Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar dan keras. Mereka tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Makna menjaga diri dan menjaga keluarga pada ayat di atas, menurut Sayyidina ‘Ali r.a., adalah ‘tegakkanlah adab dan ajarkanlan ilmu (addibuhum wa ‘allimuhum)’. Sejak turunnya ayat tersebut maka konsep adab dulu sebelum ilmu menjadi pola pikir generasi terbaik di masa awal. Keberkahan ilmu berupa kepahaman dan kebahagiaan dalam beramal adalah sesuatu yang diharapkan dari didahulukannya adab, dan menjadi kontributor positif bagi pengokohan ketahanan keluarga.

Misi ketiga, melahirkan pemimpin Islami. Setiap Muslim adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya atas kepemimpinannya. Dengan demikian, setiap anggota keluarga harus berjiwa kepemimpinan, baik dalam kepemimpinan di masyarakat maupun dalam ilmu. Seorang pemimpin adalah sosok yang membuat arus positif (positive-trend setter), bukan terbawa arus negatif. Oleh karenanya, keluarga harus terbiasa berpikir out-of-the box dan beyond the extra-mile dengan panduan wahyu. Di dalam Surat Al-Furqan [25] ayat 74, dalam rangkaian membangun generasi ‘Ibadurrahman, agar dibiasakan berdo’a:

وَالَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا

Dan, orang-orang yang berkata, “Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami penyejuk mata dari pasangan dan keturunan kami serta jadikanlah kami sebagai pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”

Berdasarkan visi dan misi yang telah ditetapkan, maka sebuah keluarga sudah bisa membangun program-program turunan dalam implementasi Visi dan Misi. Di antara program tersebut, misalkan: 1) Program keserasian bukan kesetaraan; 2) Kurikulum pendidikan rumah tangga; dan 3) Pembiasaan baik dan kemandirian. Program yang direncanakan juga harus disertai dengan rencana evaluasinya sehingga dapat terukur pencapaiannya secara bertahap.

Program keserasian bukan kesetaraan, dimaksudkan agar terjadi kerjasama (amal jama’i) antara seluruh anggota tubuh, sehingga tercipta produktifitas keluarga. Adapun mengembangkan konsep kesetaraan hanya akan melahirkan kecemburuan dan menghilangkan kerjasama di atas cinta. Maka, keserasian mendorong lahirnya saling melengkapi di antara suami dengan istri, dilanjutkan dengan saling menguatkan di antara orang tua dan anak.

Kurikulum pendidikan rumah tangga dimaksudkan agar rumah menjadi basis pendidikan (home-schooling), sebelum bermitra dengan sekolah (school-schooling) dan masyarakat (environment-schooling). Sejatinya, 24 jam setiap harinya, adalah pendidikan bagi seluruh isi keluarga. Merencanakan kurikulum yang efektif berbasis setiap sudut ruangan di dalam rumah. Misalkan, area rumah tangga untuk pelajaran pelayanan tamu, area servis untuk pelajaran keterampilan, area tempat tidur untuk pelajaran keindahan dan kedisiplinan, dan lain-lainnya. Begitupun kurikulum pagi, siang, malam, dan hari libur. Menyibukkan diri dengan program-program berbasis rumah tangga yang menarik akan menjaga seisi keluarga dari aktifitas yang sia-sia atau tidak bermanfaat.

Pembiasaan baik dan kemandirian keluarga dibangun dengan berbagai bentuk kebaikan yang diarahkan dalam bimbingan agama. Kemandirian yang dimaksud tentu meliputi kemandirian dalam hal berpikir, dalam hal bertindak dan dalam hal berekonomi. Pada akhirnya, ketahanan keluarga dari berbagai persoalan kehidupan akan menjadi lebih mudah terawat dengan pembiasaan dalam penanganan masalah.

Demikianlah secara umum urgensi ketahanan keluarga yang diawali dengan penyusunan visi dan misi keluarga. Bersama visi dan misi keluarga yang benar, baik dan membahagiakan akal, jiwa dan jasad, akan melahirkan keluarga yang produktif dalam iman, adab, ilmu dan amal.

Institut Adab Insan Mulia

▫️ Web: AdabInsanMulia.org
▫️ Telegram: t.me/sekolahadab
▫️ FB: facebook.com/adabinsanmulia
▫️ IG: instagram.com/adabinsanmulia
▫️ Twitter: twitter.com/adabinsanmulia
▫️ YouTube: www.youtube.com/AdabTVOnline
▫️ WA: https://chat.whatsapp.com/LELTACMjFab7bZm5igQoCB

Admin: wa.me/6287726541098

Related Articles

Leave a Reply

Back to top button