Jannah Theme License is not validated, Go to the theme options page to validate the license, You need a single license for each domain name.
Ta'dibThe Worldview of Islam

1.5. Memahami Yang Tetap (Tsawabit) dan Yang Berubah (Mutaghayyirat)

The Worldview of Islam

Hidup di abad ke-21 ini, telinga kita seolah tidak henti-hentinya digempur oleh sebuah mantra sakti kaum modernis: “Change is the only constant” (satu-satunya yang pasti adalah perubahan itu sendiri). Slogan yang berakar dari filsafat Yunani kuno Heraclitus ini seakan menjadi dogma baru. Kita diajarkan bahwa segala sesuatu di dunia ini mengalir, berubah, dan berevolusi. Tidak ada yang abadi. Akibatnya, manusia modern cenderung merasa gelisah jika tidak ikut berubah. Mereka merasa bahwa agama, moral, dan nilai-nilai lama harus terus direvisi agar relevan dengan semangat zaman (zeitgeist).

Di sinilah pandangan alam Islam (Islamic Worldview) hadir membawa kejernihan yang menenangkan. Islam tidak menolak perubahan, namun Islam juga menolak gagasan bahwa segala sesuatu harus berubah. Pandangan alam Islam membagi struktur realitas menjadi dua kategori besar yang harus dipahami secara presisi: yang tetap (al-tsawabit) dan yang berubah (al-mutaghayyirat).

Pertama, mari kita bicara tentang al-tsawabit (yang tetap). Ini adalah elemen-elemen fundamental dalam Islam yang bersifat permanen, abadi, dan tidak boleh diubah oleh siapa pun, kapan pun, dan di mana pun. Apa saja yang masuk dalam kategori ini? Yang utama adalah prinsip-prinsip akidah (keimanan), ibadah mahdhah (ritual murni seperti shalat dan puasa), serta prinsip-prinsip moral dasar (akhlaq). Kebenaran ini didasarkan pada konsep fitrah yang telah Allah “install” dalam diri manusia dan alam semesta, yang sifatnya baku dan tidak menerima perubahan.

Allah SWT berfirman dalam surat Ar-Rum [30] ayat 30: “Maka, hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam) sesuai fitrah (dari) Allah yang telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah (tersebut). Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”

Ayat ini menegaskan prinsip la tabdila li khalqillah (tidak ada perubahan pada Dinullah, ciptaan Allah atau keteraturan alam semesta). Kebenaran tentang Tuhan, misalnya, adalah tsawabit. Allah itu Satu (Ahad). Kebenaran ini tidak akan berubah menjadi “Tiga” atau “Banyak” hanya karena zaman berubah. Begitu pula definisi tentang moral dasar. Zina, mencuri, dan berbohong adalah perbuatan buruk sejak zaman Nabi Adam a.s., zaman Nabi Muhammad SAW, hingga Hari Kiamat nanti. Kita tidak bisa mengatakan, “Ah, itu kan larangan zina konteksnya abad ke-7, kalau zaman sekarang namanya kebebasan berekspresi.” Ini adalah pola pikir yang merusak karena mencoba mengubah apa yang oleh Allah SWT telah ditetapkan sebagai hal yang tetap. Sifat permanen inilah yang menjadi jangkar kestabilan jiwa seorang Muslim.

Kedua, adalah al-mutaghayyirat (yang dapat berubah). Ini adalah elemen-elemen dalam Islam yang bersifat fleksibel, dinamis, dan memang disediakan ruangnya oleh Allah SWT untuk beradaptasi dengan situasi, kondisi, dan perkembangan akal manusia. Wilayah ini umumnya mencakup urusan teknis duniawi, sarana kehidupan (wasail), dan detail-detail mu’amalah (interaksi sosial) atau metode penerapan hukum (syir’ah) yang tidak diatur secara rinci oleh nash.

Al-Qur’an sendiri mengisyaratkan adanya keragaman metode dan jalan (syir’ah) ini dalam konteks syariat umat-umat terdahulu, yang menunjukkan bahwa sementara Din (prinsip tauhid) itu satu dan tetap, syir’ah (hukum praktis/metode) bisa berubah sesuai konteks zaman dan umatnya. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Ma’idah [5] ayat 48: “Untuk setiap umat di antara kamu Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikanmu satu umat (saja).

Ayat ini menjadi dasar bahwa ada ruang variasi dalam cara manusia menjalankan kehidupan (syir’ah wa minhaj), terutama dalam hal-hal yang bersifat furu’iyah (cabang) dan duniawi. Contoh paling mudah adalah teknologi dan sarana transportasi. Dahulu Rasulullah SAW berdakwah dengan menunggang unta atau kuda. Hari ini, kita menggunakan mobil, pesawat, atau internet. Apakah menggunakan mobil itu menyalahi sunnah karena Nabi tidak pernah menaiki mobil? Tentu tidak. Karena sarana transportasi masuk dalam kategori mutaghayyirat. Islam tidak pernah mewajibkan kita hidup dengan teknologi abad ke-7. Islam justru mendorong umatnya untuk menjadi pemimpin dalam urusan duniawi, selama prinsip akidahnya tetap dijaga.

Rasulullah SAW sendiri memberikan legitimasi terhadap ruang inovasi duniawi ini. Dalam sebuah peristiwa masyhur, Nabi pernah melewati penduduk Madinah yang sedang melakukan penyerbukan silang pada pohon kurma dengan cara tertentu. Nabi sempat memberikan komentar yang membuat mereka berhenti melakukannya, namun ternyata hasil panennya tidak lebih baik. Maka Rasulullah SAW bersabda dalam riwayat Muslim no. 2363: “Kamu lebih mengetahui urusan duniamu.”

Hadits ini adalah contoh prinsip kunci tentang adanya ruang mutaghayyirat. Dalam urusan teknis seperti bidang pertanian, kedokteran, arsitektur, atau administrasi negara, wahyu memberikan panduan prinsip umum (seperti keadilan dan kemaslahatan), namun menyerahkan detail teknisnya pada eksperimen dan pengalaman akal manusia. Kekacauan berpikir (confusion) yang melanda umat Islam hari ini seringkali terjadi karena kita tertukar dalam menempatkan kedua hal ini.

Kesalahan pertama dilakukan oleh kaum liberal. Mereka ingin menjadikan aspek tsawabit (yang tetap) sebagai mutaghayyirat (yang berubah). Mereka menyerukan agar hukum waris diubah, larangan LGBTQIAS2+ ditinjau ulang, atau konsep akidah disesuaikan dengan pluralisme, dengan dalih “mengikuti zaman”. Ini adalah tindakan mendekonstruksi agama.

Kesalahan kedua dilakukan oleh kaum konservatif yang kaku (jumud). Mereka ingin menjadikan aspek mutaghayyirat (yang berubah) sebagai tsawabit (yang tetap). Mereka menganggap bahwa cara berpakaian orang Arab, bentuk bangunan masjid, atau sistem administrasi masa lalu adalah bagian dari akidah yang sakral dan tak boleh diubah. Akibatnya, Islam menjadi tontonan yang kaku, anti-kemajuan, dan sulit diterapkan di masa kini.

Oleh karena itu, memahami pembagian ini juga menuntun kita pada sikap yang adil terhadap perbedaan pendapat (ikhtilaf). Dalam Islam, ada jenis perbedaan yang layak ditoleransi, dan ada yang harus ditolak tegas. Perbedaan yang terjadi di wilayah mutaghayyirat atau masalah cabang (furu’iyah) adalah perbedaan yang berada dalam “ruang yang boleh berbeda” (fi majalil ikhtilaf). Contohnya adalah perbedaan pandangan mazhab fiqih tentang tata cara shalat sunnah, atau perbedaan strategi politik umat. Perbedaan semacam ini adalah rahmat dan kekayaan intelektual yang harus dihormati. Kita tidak boleh saling menyesatkan hanya karena berbeda pilihan di wilayah ini.

Namun, jika perbedaan itu menyentuh wilayah tsawabit atau prinsip dasar akidah dan hukum yang sudah pasti (qath’i), maka itu bukan lagi ikhtilaf, melainkan inhiraf (penyimpangan). Contohnya adalah pendapat yang mengatakan semua agama sama benarnya, atau pendapat yang menghalalkan zina. Perbedaan jenis ini harus diamputasi atau diluruskan secara tegas. Mengapa? Karena ia ibarat sel kanker, jika ditoleransi atas nama kebebasan, ia akan menyebar dan mematikan seluruh tubuh agama itu sendiri. Toleransi dalam Islam ada pada tempatnya yang benar, bukan toleransi tanpa batas yang menghancurkan prinsip.

Kemampuan berpikir adil dan memilih yang terbaik di antara 2 (dua) kutub pemikiran inilah yang disebut sebagai wasathiyah al-Islam. Terminologi ‘wasathiyah’ dengan demikian tidak sekedar dimaknai tepat berada di tengah-tengah atau moderat, tapi pertengahan yang dimaknai memilih yang terbaik di antara dua kutub yang berseberangan, dikorelasikan dengan konteks yang tepat di masanya. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Baqarah [2] ayat 143: “Demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat pertengahan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Nabi Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.

Syed Muhammad Naquib al-Attas (lahir 1931 M) menekankan bahwa kekuatan peradaban Islam terletak pada kemampuannya menjaga keseimbangan ini. Islam memiliki “unsur permanen” yang menjaganya tetap autentik sebagai agama wahyu, namun memiliki “unsur dinamis” yang membuatnya selalu relevan untuk memimpin zaman.

Ibarat sebuah pohon yang akarnya menghujam kuat ke dalam tanah (tetap/kokoh), namun ranting dan daunnya tumbuh menjulang, menari mengikuti arah cahaya matahari, dan menghasilkan buah yang berbeda-beda setiap musimnya (berubah/dinamis). Tanpa akar yang tetap, pohon akan tumbang terbawa angin perubahan. Tanpa ranting yang tumbuh, pohon akan mati dan tidak berbuah.

Maka, memiliki pandangan alam Islam berarti memiliki kecerdasan untuk memilah, “Mana yang harga mati, dan mana yang bisa didiskusikan.” Muslim dibentuk menjadi pribadi yang teguh dalam prinsip-prinsip keimanan, namun sangat luwes dan progresif dalam urusan teknis kehidupan. Inilah resep rahasia mengapa peradaban (tamaddun) Islam pernah memimpin dunia selama berabad-abad. Bukan dengan memisahkan wahyu dan sains, melainkan karena mereka menjadikan Al-Qur’an sebagai mata air inspirasi bagi sains itu sendiri. Bagi para ilmuwan Muslim terdahulu, sains tidak diambil dari ruang hampa, melainkan diturunkan dari perintah Al-Qur’an untuk meneliti alam semesta. Mereka meyakini bahwa meneliti hukum alam adalah upaya menyingkap “ayat-ayat Allah” yang tak tertulis, sehingga sains dan teknologi menjadi sarana ibadah untuk semakin mendekatkan diri kepada-Nya.

@supraha | t.me/supraha

▫️ UWS Community: https://chat.whatsapp.com/Kgg2jHyTxsP5rkDg1KsqlI
▫️ Channel Wido Supraha: https://chat.whatsapp.com/I5EYNEUrJGiAoj7nv38Mjb
▫️ Diskusi Materi: https://chat.whatsapp.com/BDB76cPkRID7ZE3I2RGFns
▫️ Kelas Tadabbur: https://chat.whatsapp.com/KT7YRzgBXCA7SDQaYaWFpl
▫️ Tadabbur 6236 ayat: https://chat.whatsapp.com/I5B5E635tbp2f9DoUV3SaL


Institut Adab Insan Mulia

▫️ Web: AdabInsanMulia.org
▫️ Telegram: t.me/sekolahadab
▫️ FB: facebook.com/adabinsanmulia
▫️ IG: instagram.com/adabinsanmulia
▫️ Twitter: twitter.com/adabinsanmulia
▫️ YouTube: www.youtube.com/AdabTVOnline
▫️ WA: https://chat.whatsapp.com/LELTACMjFab7bZm5igQoCB

Admin: wa.me/6287726541098

Related Articles

Leave a Reply

Back to top button