Pendampingan Penguatan Guru SDITA éL MA’MUR Bogor (4)
Sekolah Adab Untuk Sekolah

Meracik Kurikulum Bahagia, Menakar Target Pasti
(Resensi Penguatan Guru SDITA éL MA’MUR – Sesi 4)
Selasa (28/11/2025), Direktur Institut Adab Insan Mulia, Dr. Wido Supraha, M.Si. mendampingi penguatan seluruh guru SDITA (Sekolah Dasar Islam Tahfizh Al-Qur’an) éL MA’MUR Kota Bogor. Pendampingan ini sudah memasuki sesi ke-4.
Pendidikan bukanlah perlombaan lari cepat, melainkan perjalanan panjang membangun jiwa. Dalam sesi penguatan ke-4 bersama seluruh dewan guru SDITA éL MA’MUR, kita kembali meluruskan kompas pendidikan kita. Sebagai institusi yang menyandang nama besar Sekolah Dasar Islam Tahfizh Al-Qur’an (SDITA), éL MA’MUR memiliki tanggung jawab moral untuk meracik kurikulum yang tidak hanya mencerdaskan otak, tetapi juga menyejukkan hati dan menyelamatkan fitrah anak.
Berikut adalah poin-poin krusial yang menjadi Manhaj (jalan) kita ke depan:
1. Mengembalikan “Taman” pada TK, Memperkuat Fondasi pada SD
Kita harus jujur pada definisi kata. TK adalah Taman Kanak-Kanak, bukan “Sekolah” Kanak-Kanak. Filosofi “Taman” adalah tempat bermain, bersenang-senang, melihat bunga, dan berlarian dengan riang.
- Apa yang dilakukan di Taman? Di TK, fokus utama adalah pematangan sensorik-motorik, sosialisasi, kemandirian dasar (seperti toilet training, makan sendiri), dan pengenalan adab sederhana.
- Di mana Calistung? Membaca, Menulis, dan Berhitung (Calistung) adalah menu Sekolah (SD), bukan menu Taman. Memaksa anak TK menguasai calistung adalah perampasan hak masa kanak-kanak mereka.
Timeline Ideal di SDITA éL MA’MUR: Karena TK fokus pada kematangan jiwa dan motorik, maka tugas SD adalah mengajarkan akademiknya dengan tahapan yang masuk akal:
- Belajar Membaca Latin: Cukup 1 Semester di kelas 1. Jika fitrahnya sudah matang di TK, 6 bulan adalah waktu yang sangat cukup.
- Belajar Tahsin & Tajwid Al-Qur’an: Butuh waktu 3 s.d. 4 Semester (Kelas 1 sampai akhir Kelas 2). Jangan terburu-buru. Fondasi bacaan Qur’an yang benar (haqqut tilawah) jauh lebih penting daripada kejar setoran tapi bacaannya rusak.
2. Matematika Hafalan: Target yang Terukur dan Realistis
Nama “Tahfizh” di sekolah kita adalah janji. Standar supervisi pendidikan Islam mensyaratkan target capaian harus diraih oleh 100% murid, atau minimal 80% dalam kondisi tertentu. Kita tidak boleh membiarkan ada murid yang tertinggal jauh tanpa solusi.
Mari kita hitung dengan logika sederhana untuk target 5 Juz:
- 1 Juz = 20 halaman.
- Target 5 Juz = 100 halaman.
- Jika kita asumsikan masa efektif menghafal, dengan konsistensi 3 baris per hari saja (dalam hitungan 20 hari efektif per bulan), target ini sangat mungkin dicapai dengan mutqin, tanpa membuat anak stres.
Strategi Intervensi: Pencapaian harus dikawal bersama. Jika ada murid yang belum mampu mengikuti kecepatan normal:
- Pisahkan Sementara: Buat kelompok khusus/akselerasi untuk mengejar ketertinggalan dengan pendampingan intensif.
- Gabungkan Kembali: Setelah speed dan capaiannya sama, kembalikan ke kelompok reguler. Ini adalah bentuk keadilan pendidikan.
3. Kurikulum Bahagia: Satu Racikan Khas éL MA’MUR
Hentikan dikotomi (pemisahan) yang melelahkan. Tidak perlu ada istilah “Kurikulum Nasional” vs “Kurikulum Lokal”, atau “Kurikulum Al-Qur’an” vs “Kurikulum Akademik”. Itu membuat guru pusing dan murid lelah berganti-ganti mode belajar.
Satukan semuanya menjadi Kurikulum SDITA éL MA’MUR. Kita yang meracik, kita yang meramu. Ambil target dinas, ambil target JSIT/Pesantren, lalu olah dengan kreativitas kita menjadi menu pembelajaran yang sederhana dan membahagiakan. Tujuannya satu: Murid bahagia, guru tenang, capaian tuntas.
4. Adab dan Ibadah: Fokus pada “Rasa”, Bukan Hanya “Gerakan”
Jangan terburu-buru mengajarkan materi fiqih yang rumit (hilaliyah) jika hal dasar belum tuntas. Fokus utama kita di level SD adalah: Merasakan Nikmatnya Ibadah.
- Wudhu & Shalat: Pastikan murid merasakan kesegaran wudhu dan ketenangan (tuma’ninah) shalat.
- Dzikir & Doa: Ajarkan mereka menikmati munajat.
- Strategi: Jika shalat dikumpulkan di masjid sekolah justru membuat gaduh dan tidak khusyu’, lakukan kanalisasi. Shalat di ruang kelas masing-masing dengan pendampingan guru kelas mungkin jauh lebih efektif untuk menanamkan kekhusyuan.
Kuncinya ada pada Keteladanan Guru. Murid tidak akan bisa khusyu’ jika gurunya shalat dengan tergesa-gesa. Jika guru sudah menikmati ibadahnya, “sinyal” keberkahan itu akan tertular ke hati murid.
5. Komunikasi yang Membumi: Jangan Bikin Murid Stress
Kurikulum akademik sering menggunakan istilah “langit” yang hanya dimengerti pakar pendidikan.
- Di PJOK ada istilah Lokomotor, Non-Lokomotor.
- Di Seni ada istilah Kolase, Montase.
Itu adalah istilah untuk konsumsi guru di dokumen RPP/Modul Ajar. Jangan bawa istilah itu ke hadapan murid SD. Gunakan bahasa bumi yang mereka pahami. Ganti Lokomotor dengan “Gerakan Berpindah Tempat”. Ganti Kolase dengan “Menempel Potongan Kertas”. Tugas kita adalah memahamkan, bukan terlihat canggih tapi membingungkan.
Penutup: Semua Murid adalah Anak Kita
Terakhir, dibutuhkan kepekaan kolektif (collective sensitivity). Di SDITA éL MA’MUR, tidak ada sekat “Ini murid kelas saya, itu murid kelas kamu”. Jika Anda melihat murid kelas lain wudhunya salah, atau seragamnya tidak rapi, atau bacaannya keliru, perbaiki dengan kasih sayang. Sejatinya, semua murid yang melangkah masuk ke gerbang éL MA’MUR adalah anak-anak kita, amanah yang akan kita pertanggungjawabkan bersama di hadapan Allah SWT.
Mari kita bergerak serentak. Sederhanakan yang rumit, bahagiakan yang tertekan, dan tuluskan niat untuk mencetak generasi Qur’ani yang kokoh.
SDITA éL MA’MUR: Bahagia Belajarnya, Mulia Akhlaknya!
Wallahu a’lam bish-shawab.

Institut Adab Insan Mulia
▫️ Web: AdabInsanMulia.org
▫️ Telegram: t.me/sekolahadab
▫️ FB: facebook.com/adabinsanmulia
▫️ IG: instagram.com/adabinsanmulia
▫️ Twitter: twitter.com/adabinsanmulia
▫️ YouTube: www.youtube.com/AdabTVOnline
▫️ WA: https://chat.whatsapp.com/LELTACMjFab7bZm5igQoCB
Admin: wa.me/6287726541098



