Mengapa Pendidikan Islam? | Pendidikan Adab di Lembaga Pendidikan Islam di Era Digitalisasi (3)
Pendidikan Adab di Lembaga Pendidikan Islam di Era Digitalisasi
Hidup di dunia tidaklah netral dan bebas nilai (value free), melainkan terikat dengan nilai (value laden). Pada akhirnya setiap keputusan hidup manusia pun dapat dilacak, nilai apa yang digunakannya. Jika seorang Muslim tidak menggunakan nilai-nilai agama yang dianutnya yaitu Islam, maka pada saat yang sama ia telah meninggalkan Islam menuju nilai-nilai lain yang lebih diyakininya. Jika Islam bersifat rahmatan lil ‘alamin, maka waspadailah bahwa nilai selain Islam sangat boleh jadi sekedar rahmatan lil hizbihim, bagi kelompoknya saja.
Hal ini dapat dijelaskan dengan mudah, bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan yang merujuk pada sumber otoritatif Islam yakni Kalam Tuhan, berupa Al-Kitab (Al-Qur’an). Adapun pendidikan selain Islam sangat boleh jadi adalah pendidikan yang merujuk pada buah pikir manusia semata. Di era kepemimpinan peradaban Barat hari ini, dimana peradaban tersebut justru dibangun atas dasar membebaskan diri dari pemikiran agamawan, maka sangat boleh jadi hasilnya hanyalah konsep-konsep pendidikan yang dibangun di atas kebingungan demi kebingungan (confusion). Kalaupun mereka mengaku ber-Tuhan, minimal mereka tidak ber-Tuhan secara sempurna. Sementara Muslim diperintahkan untuk Berketuhanan Yang Maha Esa secara seutuhnya. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Baqarah [2] ayat 208:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ ٢٠٨
Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam (kedamaian) secara menyeluruh dan janganlah ikuti langkah-langkah setan! Sesungguhnya ia musuh yang nyata bagimu.
Pendidikan Islam adalah konsekuensi dari ber-Islam itu sendiri. Hal ini karena sejatinya Islam hadir untuk dimenangkan di atas agama atau isme yang lain. Perihal hal ini, Allah SWT mengulanginya dalam 3 (tiga) ayat: Q.S. At-Taubah [9] ayat 33, Al-Fath [48] ayat 29 dan Ash-Shaff [68] ayat 9. Agama ini akan tegak seiring dengan meningkatnya kualitas dan kuantitas pemeluknya, dan jalan paling mudah dan telah dilakukan oleh para pendahulu, baik sejak di masa awal dakwah Rasulullah SAW hingga masa awal dakwah Islam di Nusantara adalah melalui jalur pendidikan. Allah SWT berfirman dalam Q.S. 68:9:
هُوَ الَّذِيْٓ اَرْسَلَ رَسُوْلَهٗ بِالْهُدٰى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهٗ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهٖۙ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ ࣖ ٩
Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan (membawa) petunjuk dan agama yang benar agar Dia mengunggulkannya atas semua agama walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.
Narasi Islam sebagaimana agama pemenang tentu untuk tujuan agar lahir rahmat bagi sekalian alam. Tidak mungkin seluruh alam ini mendapatkan Rahmat-Nya, jika Islam tidak ditegakkan. Maka menegakkan agama (iqamatuddin) adalah salah satu agenda umat Islam.
۞ شَرَعَ لَكُمْ مِّنَ الدِّيْنِ مَا وَصّٰى بِهٖ نُوْحًا وَّالَّذِيْٓ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهٖٓ اِبْرٰهِيْمَ وَمُوْسٰى وَعِيْسٰٓى اَنْ اَقِيْمُوا الدِّيْنَ وَلَا تَتَفَرَّقُوْا فِيْهِۗ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِيْنَ مَا تَدْعُوْهُمْ اِلَيْهِۗ اَللّٰهُ يَجْتَبِيْٓ اِلَيْهِ مَنْ يَّشَاۤءُ وَيَهْدِيْٓ اِلَيْهِ مَنْ يُّنِيْبُۗ ١٣
Dia (Allah) telah mensyariatkan bagi kamu agama yang Dia wasiatkan (juga) kepada Nuh, yang telah Kami wahyukan kepadamu (Nabi Muhammad), dan yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa yaitu: tegakkanlah agama (keimanan dan ketakwaan) dan janganlah kamu berpecah-belah di dalamnya. Sangat berat bagi orang-orang musyrik (untuk mengikuti) agama yang kamu serukan kepada mereka. Allah memilih orang yang Dia kehendaki pada (agama)-Nya dan memberi petunjuk pada (agama)-Nya bagi orang yang kembali (kepada-Nya).
Sejatinya, diksi pendidikan tidak perlu ditambahi dengan diksi Islam, jika memang apa yang berjalan saat ini telah sejalan dengan amanat Sang Khaliq. Namun, banyaknya persoalan pada dunia pendidikan hari ini, seperti semakin menguatnya dikotomi antara agama dan sains, dan membesarnya generasi yang mengalami kehilangan adab (the loss of adab), menegaskan dibutuhkannya sistem pendidikan yang berbasis nilai-nilai Islami yang diyakini sebagai solusi.
Dalam konteks kebangsaan di NKRI sekali pun, ketika penjajah Barat tidak memberikan ruang yang luas bagi umat Islam di Indonesia, mendorong lahirnya kemandirian umat dalam membangun pendidikan Islam. Jami’at al-Khair adalah contoh institusi pendidikan pertama di awal abad 20 M (1901), yang memiliki kurikulum modern dengan mengundang banyak guru dari luar negeri seperti Arab, Sudan dan Turki. Kelak, sebagian besar lulusan lembaga-lembaga pendidikan Islam inilah yang menjadi bagian dari tokoh bangsa yang selalu bergerak dengan narasi kebangsaan dan semangat nasionalisme yang tidak sempit dan terbatas.
Yang menarik dari pendidikan Islam adalah ia memiliki tujuan yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan narasi pendidikan dengan nilai selain Islam. Ketika pendidikan selain Islam membatasi diri hanya pada melahirkan murid yang lulus di Perguruan Tinggi, melahirkan buruh (labor), warga negara yang baik (a good citizen), memiliki keterampilan kerja (experienced) dan sejenisnya, Islam mendorong para pendidik untuk melahirkan manusia baik (a good man). Sudah barang tentu, seorang manusia baik dia pasti berusaha menjadi warga negara yang baik, namun seorang warga negara baik belum tentu tahu bagaimana menjadi manusia baik, karena baginya, warga negara dipandang baik jika ia telah menjadi wajib pajak yang loyak dan mentaati seluruh peraturan yang berlaku di negaranya.
Manusia baik dalam pandangan Islam terkadang disebut generasi Qur’ani, generasi Rabbani, atau generasi Beradab. Semua istilah tersebut merujuk pada tujuan yang sama jika dipahami dalam sudut pandang yang holistik. Sejatinya, jika pendidikan hanya bertujuan melahirkan buruh industri, apa bedanya pendidikan dengan pusat pelatihan (training center). Demikian pula, jika pendidikan hanya bertujuan meluluskan murid ke jenjang Pendidikan Tinggi (PTN/PTS), apa bedanya pendidikan dengan Lembaga Bimbel (Bimbingan Belajar).
Pendidikan Islam bukanlah pendidikan yang menuhankan formalistik yang memang sering digandrungi manusia, tapi menitikberatkan pada hal-hal yang besifat substantif dan asasi. Pendidikan Islam lebih khawatir tidak mendapatkan akreditasi dari Sang Khaliq daripada tidak mendapatkan akreditasi dari manusia. Tantangan pendidikan Islam memang sangat menarik, bagi yang menyukai challenge, namun bukanlah hal yang menarik yang sekedar bervisi duniawi.
Depok, 16 Agustus 2022
Dr. Wido Supraha, M.Si. | Direktur Institut Adab Insan Mulia
IKHTISAR
- Pendidikan selain Islam adalah pendidikan buah pikir manusia yang bebas dari Tuhan atau minimal tidak utuh dalam ber-Ketuhanan Yang Maha Esa
- Islam hadir untuk dimenangkan, diantaranya dengan memperbanyak jumlah pengikutnya yang siap menegakkan agama (iqamatuddin), dan sarana paling efektif adalah pendidikan
- Pendidikan Islam berorientasi melahirkan a good man (manusia baik), ketika pendidikan lain sekedar melahirkan a good citizen (warga negara baik)
- Pendidikan Islam berorientasi pada lahirnya generasi beradab, ketika pendidikan lain sekedar berorientasi melahirkan buruh industri, atau mahasiswa PTN/PTS
Institut Adab Insan Mulia
▫️ Web: AdabInsanMulia.org
▫️ Telegram: t.me/sekolahadab
▫️ FB: facebook.com/adabinsanmulia
▫️ IG: instagram.com/adabinsanmulia
▫️ Twitter: twitter.com/adabinsanmulia
▫️ YouTube: www.youtube.com/AdabTVOnline
▫️ WA: https://chat.whatsapp.com/LELTACMjFab7bZm5igQoCB
? Admin: wa.me/6287726541098