1.1. Jejak Langkah Istilah: Sejarah dari Weltanschauung Menjadi Worldview
The Worldview of Islam

Pernahkah kita berhenti sejenak di tengah kesibukan sehari-hari dan bertanya, mengapa dua orang yang melihat satu peristiwa yang sama bisa memiliki kesimpulan yang bertolak belakang? Bayangkan sebuah kejadian sederhana: hujan turun deras di pagi hari. Bagi seseorang yang hendak pergi berlibur ke pantai, hujan itu adalah musibah, sebuah gangguan yang merusak rencana kebahagiaannya. Namun, bagi seorang petani yang sawahnya telah kering kerontang selama berbulan-bulan, hujan yang sama adalah rahmat, sebuah jawaban atas doa-doa panjang yang dipanjatkan di sepertiga malam. Hujannya sama, airnya sama, waktunya sama, namun “rasa” dan “makna” yang ditangkap oleh kedua orang tersebut berbeda total.
Perbedaan respon ini sesungguhnya bukan sekadar masalah suasana hati atau emosi sesaat. Ia adalah cerminan dari sesuatu yang jauh lebih mendalam, sebuah bangunan besar yang bersemayam di balik kesadaran manusia. Bangunan inilah yang menjadi “kacamata” bagi batin kita dalam menerjemahkan segala sesuatu yang tertangkap oleh indera. Tanpa kacamata ini, dunia hanyalah serpihan data yang acak dan membingungkan. Dalam kajian pemikiran modern, kacamata atau cara pandang ini dikenal dengan istilah worldview. Namun, sebelum kita melangkah jauh membahas bagaimana Islam mendefinisikan cara pandang ini, ada baiknya kita menelusuri jejak sejarah istilah tersebut. Mengapa? Karena kata-kata memiliki sejarahnya sendiri, dan memahami asal-usul sebuah kata akan menyelamatkan kita dari jebakan makna yang keliru di kemudian hari.
Istilah yang hari ini kita kenal sebagai worldview tidak muncul begitu saja dari ruang hampa. Ia memiliki akar sejarah yang kuat dalam tradisi filsafat Barat, khususnya Jerman. Kata aslinya adalah weltanschauung. Secara bahasa, istilah Jerman ini merupakan gabungan dari dua kata: welt yang berarti “dunia”, dan anschauung yang berarti “pandangan” atau “persepsi”. Jadi, secara harfiah, ia bermakna pandangan dunia.
Tokoh yang tercatat pertama kali menggunakan istilah ini adalah seorang filsuf Jerman termasyhur, Immanuel Kant (1724–1804 M). Pada tahun 1790 M, Kant menerbitkan sebuah karya monumental berjudul Critique of Judgment (Kritik der Urteilskraft). Menariknya, ketika Kant pertama kali melontarkan kata weltanschauung, ia tidak sedang berbicara tentang agama, ideologi, atau sistem keyakinan yang rumit seperti yang kita pahami sekarang. Dalam konteks zamannya, Kant menggunakan istilah ini dalam pengertian yang masih sangat sederhana dan terbatas pada aspek fisik-indrawi.
Bagi Kant kala itu, weltanschauung hanyalah merujuk pada persepsi indera manusia terhadap alam semesta (sense perception of the world). Ia berbicara tentang bagaimana mata dan rasio manusia menangkap fenomena alam, keagungan ciptaan, atau hukum-hukum Fisika yang bekerja di dunia ini. Jadi, pada fase awalnya, istilah ini lebih dekat dengan kajian estetika atau pengamatan alam, belum menyentuh aspek makna hidup yang filosofis.
Namun, sebagaimana sifat bahasa dan pemikiran manusia yang terus berkembang, istilah ini pun mengalami evolusi makna yang signifikan. Setelah era Kant, para pemikir Jerman lainnya, terutama dari kalangan idealisme Jerman (German idealism) dan romantisisme seperti Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770–1831 M), Wilhelm Dilthey (1833–1911 M), dan Johann Wolfgang von Goethe (1749–1832 M), mulai “menaikkan pangkat” istilah ini. Mereka merasa bahwa cara manusia memandang dunia tidak cukup hanya dijelaskan sebatas apa yang dilihat mata. Ada “jiwa” yang terlibat di sana. Ada sejarah, ada budaya, dan ada nilai-nilai yang dianut.
Ekspansi makna ini segera melintasi batas negara dan bahasa. Di Prancis, istilah ini diterjemahkan menjadi conception du monde, yang mulai mewarnai diskusi filosofis sejak akhir abad ke-19. Di Italia, ia bermetamorfosis menjadi visione del mondo atau concezione del mondo, yang kelak digunakan secara ekstensif oleh pemikir seperti Antonio Gramsci (1891–1937 M) dalam karya monumentalnya Quaderni del carcere (Prison Notebooks, 1929–1935 M) untuk menjelaskan ideologi massa. Namun, perjalanan paling krusial terjadi ketika istilah ini menyeberang ke dunia berbahasa Inggris. Kata worldview muncul pertama kali sekitar tahun 1858 M sebagai terjemahan harfiah (calque) dari bahasa Jerman. Istilah ini semakin populer berkat teolog Skotlandia, James Orr (1844–1913 M), lewat bukunya The Christian View of God and the World (1893 M), yang secara eksplisit meminjam konsep Weltanschauung Jerman untuk membangun benteng pertahanan iman Kristen menghadapi tantangan modernisme.
Maka, pada abad ke-19, makna weltanschauung bergeser drastis. Ia tidak lagi sekadar “persepsi indra terhadap dunia”, melainkan berubah menjadi “filsafat hidup” (philosophy of life). Ia menjadi sebuah istilah payung untuk menggambarkan bagaimana seseorang—atau lebih seringnya, suatu bangsa—memahami tujuan eksistensi mereka, nilai-nilai moral yang mereka pegang, dan bagaimana mereka menafsirkan sejarah. Para pemikir Jerman mulai menggunakan istilah ini untuk menjelaskan bahwa setiap bangsa memiliki “jiwa zaman” (zeitgeist) atau “jiwa bangsa” (volkgeist) yang unik, yang membentuk cara pandang mereka yang berbeda dengan bangsa lain.
Dari Jerman, istilah yang sarat makna ini kemudian “berimigrasi” ke dunia berbahasa Inggris dan diterjemahkan menjadi worldview. Di sinilah terjadi proses yang perlu kita waspadai sebagai umat Islam. Ketika istilah ini diadopsi oleh para sosiolog, antropolog, dan sejarawan Barat modern, worldview sering kali dimaknai sepenuhnya sebagai produk budaya (cultural product).
Apa implikasinya jika pandangan hidup dianggap sebagai produk budaya semata? Implikasinya sangat serius. Jika worldview adalah produk budaya, maka ia adalah hasil kreasi manusia (antroposentris). Ia terbentuk karena kondisi geografis, disepakati karena kontrak sosial, dan berevolusi seiring perjalanan sejarah. Konsekuensi logisnya adalah sifatnya menjadi relatif. Artinya, pandangan hidup orang Barat dianggap “benar” bagi orang Barat, pandangan hidup orang Timur dianggap “benar” bagi orang Timur, dan tidak ada kebenaran mutlak yang bisa berlaku untuk semua. Semuanya tergantung pada konteks budaya dan zamannya (relativisme historis).
Inilah titik krusial yang menjadi perhatian para pemikir Islam kontemporer, khususnya Syed Muhammad Naquib al-Attas (lahir 1931 M). Jika kita sebagai Muslim menggunakan istilah worldview atau “pandangan alam” dengan kerangka berpikir Barat seperti di atas, kita akan terjebak pada kesimpulan bahwa Islam hanyalah “produk budaya Arab” abad ke-7 M. Kita akan menganggap bahwa Al-Qur’an hanyalah refleksi dari kondisi sosial masyarakat Mekkah dan Madinah pada masa lalu, yang mungkin sudah tidak relevan lagi di masa kini. Cara pandang seperti ini, yang memandang agama sebagai sub-sistem dari kebudayaan, adalah racun yang halus namun mematikan bagi keimanan.
Oleh karena itu, meskipun kita menggunakan kata worldview dalam percakapan sehari-hari atau dalam buku ini untuk memudahkan komunikasi, kita harus menyadari bahwa Islam memiliki definisi dan kandungan yang berbeda total dengan sejarah istilah tersebut di Barat. Islam tidak tumbuh dari bawah (bumi/budaya), melainkan turun dari atas (langit/Wahyu). Perbedaan asal-usul ini akan membawa konsekuensi yang sangat besar pada bagaimana kita mendefinisikan realitas, kebenaran, dan tujuan hidup, yang akan kita bahas lebih mendalam pada bagian selanjutnya. Kita membutuhkan sebuah istilah yang lebih presisi, yang tidak terjebak pada relativisme budaya, namun mampu menampung kebenaran mutlak yang melampaui ruang dan waktu.
To be continued ….
▫️ UWS Community: https://chat.whatsapp.com/Kgg2jHyTxsP5rkDg1KsqlI
▫️ Channel Wido Supraha: https://chat.whatsapp.com/I5EYNEUrJGiAoj7nv38Mjb
▫️ Diskusi Materi: https://chat.whatsapp.com/BDB76cPkRID7ZE3I2RGFns
▫️ Kelas Tadabbur: https://chat.whatsapp.com/KT7YRzgBXCA7SDQaYaWFpl
▫️ Tadabbur 6236 ayat: https://chat.whatsapp.com/I5B5E635tbp2f9DoUV3SaL
Institut Adab Insan Mulia
▫️ Web: AdabInsanMulia.org
▫️ Telegram: t.me/sekolahadab
▫️ FB: facebook.com/adabinsanmulia
▫️ IG: instagram.com/adabinsanmulia
▫️ Twitter: twitter.com/adabinsanmulia
▫️ YouTube: www.youtube.com/AdabTVOnline
▫️ WA: https://chat.whatsapp.com/LELTACMjFab7bZm5igQoCB
Admin: wa.me/6287726541098


