Pendidikan Berbasis AdabTa'dib

Apakah Pendidikan Itu? | Pendidikan Adab di Lembaga Pendidikan Islam di Era Digitalisasi (2)

Pendidikan Adab di Lembaga Pendidikan Islam di Era Digitalisasi

Jika seseorang menyebutkan definisi pendidikan sebagai ‘proses’, maka itulah hakikat sebenarnya dari sebuah pendidikan. Pendidikan harus berbasiskan proses dengan tetap fokus berorientasi pada hasil. Maka pendidikan diukur dari proses yang dilaksanakan yang bersifat konsisten, harian, terpadu, terencan, dan terukur.

“Education is a process of instilling something into human beings.” Kalimat ini dikutip dari Syed Muhammad Naquib al-Attas, seorang pemikir pendidikan Islam dan pakar dalam Islamisasi Ilmu, yang bisa dibaca dalam karya beliau The Concept of Education in Islam: a Framework for an Islamic Philosophy of Education, Kuala Lumpur: Ta’dib International, hlm. 13. Pendidikan adalah proses untuk meneteskan sesuatu ke dalam jiwa manusia.

Kalimat ‘instilling‘ bukanlah ‘installing‘. Ibarat seorang pasien yang sedang dipasang selang infus, terlihat menetes secara perlahan disesuaikan dengan denyut jantungnya, agar cairan itu menyatu dengan darah dan tidak merusak jantung. Kira-kira, demikianlah perumpamaan proses pendidikan tersebut, meneteskan secara perlahan sampai ke dalam jiwa manusia sesuai tahapan tumbuh kembang umurnya dengan kandungan materi sesuai takaran yang tepat, terstruktur dan sistematis.

What is something to be instilled then? Dalam pandangan hidup Islam, sesuatu yang ditanamkan ke dalam jiwa manusia itu adalah ilmu. Secara lebih spesifik lagi, sesuatu itu adalah ilmu yang ‘bermanfaat’ bagi kehidupannya di dunia menuju perjalanan akhir yang berlabuh di Jannah. Hal ini perlu ditegaskan karena ada ilmu yang bermanfaat (‘ilm an-nafi’) dan ada ilmu yang tidak bermanfaat (‘ilm ghair an-nafi’).

Pendidikan bukanlah transfer of knowledge, sekedar mentransfer isi kepala pendidik kepada isi kepala murid. Pendidikan seharusnya transfer of spirit (ruhi), mentransfer apa yang ada dalam jiwa pendidik kepada jiwa murid. Jika sesuatu yang diketahui akal kemudian dipahami oleh jiwa akan lahirlah amal oleh jasad.

Ilmu itu sendiri adalah milik Allah SWT dan diperoleh dengan proses kegiatan belajar mengajar (ta’allum). Bayangkanlah, kepada siapa Allah SWT berkenan menurunkan sedikit dari ilmu-Nya kepada para penuntutnya, akan terbayang pendidikan seperti apa yang harus dihadirkan untuk mengundang keridhaan-Nya. Yang jelas, para ahli ilmu di masa lalu sangat meyakini bahwa ilmu itu tidak akan turun ke dalam jiwa yang tinggi hati sebagaimana air tidak pernah mengalir ke tempat yang lebih tinggi.

Obyek pendidikan adalah manusia bukan hewan. Mengetahui hakikat konsep tentang manusia tentu menjadi hal paling mendasar yang harus dipahami oleh dunia pendidikan. Pendidikan dengan demikian dijalankan sesuai tujuan penciptaan manusia, tumbuh kembang unsur-unsurnya, tugas-tugasnya di masa depan, dan tanggung jawabnya kelak di hadapan Yang Menciptakannya.

Secara umum, terdapat 2 (dua) unsur besar manusia yakni ruh dan jasad. Jasad sendiri adalah kendaraan ruh. Di dunia jasad tidak bisa memilih amal kecuali melaksanakan apapun yang diperintahkan oleh Ruh. Memahami ilmu terkait fungsi-fungsi dari bagian ruh tentu sangat dibutuhkan.

Ruh sendiri diketahui minimal memiliki beberapa fungsi bagian seperti ‘aql, qalb, fuad, dan lubb. Pendidikan bisa memulai dengan 2 (dua) fungsi pentingnya yakni akal dan kalbu, sehingga dalam konteks ini, pendidikan bisa digambarkan sebagai proses membangun kedisiplinan pada akal, jiwa dan jasad manusia. Kedisiplinan itu dalam pandangan hidup Islam juga disebut dengan adab, sehingga dalam karyanya, al-Attas menjelaskan, “Adab is the discipline of body, mind and soul to assure the recognition and acknowledgement of one’s proper place in relation to one’s physical, intellectual and spiritual capacities and potentials. Thus adab is the method of knowing by which someone actualize the condition of being in the proper place. Furthermore, adabalso a reflection of wisdom. It is the spectacle of justice which wear by educated man.” [Al-Attas, The Concept of Education in Islam: A Framework for an Islamic Philosophy of Education, 1999, Kuala Lumpur: ISTAC, hlm. 12.]

Pendidikan berawal dari sebuah bentuk kedisiplinan, yang diselenggarakan dengan sebuah proses kedisiplinan, untuk melahirkan pribadi-pribadi yang mencintai kedisiplinan. Disiplin dalam hal ini tentu saja dalam pengertian yang holistik, bukan parsial seperti sekedar disiplin waktu. Kedisiplinan akal adalah pada bagaimana mampu terbiasa berpikir dengan benar dalam memilah dan memilih ilmu yang layak diteruskan kepada kalbu. Kedisiplinan kalbu adalah pada bagaimana mampu menghayati pilihan hasil seleksi ilmu yang diasup oleh akal, sehingga melahirkan kepahaman yang mendalam sehingga mendorong lahirnya amal oleh jasad. Kedisiplinan jasad adalah pada bagaimana selalu siap untuk beramal secara maksimal dan optimal karena kondisinya yang selalu prima dengan latihan-latihan (riyadhah) yang relevan disertasi asupan gizi makanan yang halal dan sehat, dengan ukuran sesuai tujuan amalnya.

Sampai disini dapat dipahami bahwa amal akan terlahir dari sebuah ilmu, jika melalui proses penghayatan yang mendalam. Keberkahan dari ilmu diukur dari apakah lahir murid yang bahagia dalam beramal. Keberkahan dari ilmu hadir dari kesungguhan dunia pendidikan dalam menyelenggarakan proses yang benar dan sesuai standar Akhirat. Dengan demikian, pendidikan harus dijalankan secara terencana agar murid-muridnya kelak layak untuk masuk Jannah. Yassirlana.

Depok, 08 Agustus 2022
Dr. Wido Supraha, M.Si. | Direktur Institut Adab Insan Mulia


IKHTISAR

  1. Pendidikan ada proses meneteskan sesuatu ke dalam jiwa manusia
  2. Meneteskan bermakna bertahap sesuai tumbuh kembang murid, terstruktur dan sistematis
  3. Sesuatu yang ditanamkan adalah ilmu yang bermanfa’at (‘ilm an-nafi’)
  4. Ilmu dari Allah, dan diperoleh dengan menjalani proses pendidikan yang diridhai-Nya
  5. Memahami hak manusia dengan 2 unsur besarnya (ruh dan jasad) atau 3 unsur utamanya (akal, jiwa, jasad)
  6. Ilmu tiba ke dalam jiwa setelah melalui proses seleksi oleh akal
  7. Keberkahan ilmu diukur dari kebahagiaan murid dalam beramal setelah melalui proses penghayatan oleh kalbu

Institut Adab Insan Mulia
▫️ Web: AdabInsanMulia.org
▫️ Telegram: t.me/sekolahadab
▫️ FB: facebook.com/adabinsanmulia
▫️ IG: instagram.com/adabinsanmulia
▫️ Twitter: twitter.com/adabinsanmulia
▫️ YouTube: www.youtube.com/AdabTVOnline
▫️ WA: https://chat.whatsapp.com/LELTACMjFab7bZm5igQoCB

Admin: wa.me/6287726541098

Related Articles

Leave a Reply

Back to top button