Pendidikan Berbasis AdabTa'dib

Apakah Yang Dimaksud Dengan Adab? | Pendidikan Adab di Lembaga Pendidikan Islam di Era Digitalisasi (7)

Pendidikan Adab di Lembaga Pendidikan Islam di Era Digitalisasi

Umumnya hari ini banyak yang mempersepsikan adab sebagai sopan santun an sich. Sehingga persepsi standar kompetensi lulusan (SKL) beradab terbatas hanya pada murid yang sopan santun. Di sisi lain, adab terkadang dimaknai sebagai karakter atau moralitas, tanpa pernah berusaha kritis akan nilai-nilai (values) apa yang digunakan di balik diksi karakter dan moral tersebut. Padahal, hidup ini tidaklah bebas nilai (value free), semua terikat dengan nilai (value laden).

Sejatinya, diksi ‘adab’ sudah digunakan oleh orang Arab sejak sebelum wahyu turun. Pada awalnya, adab bermakna undangan jamuan makan. Setelah Islam hadir, diksi ‘adab’ dilanjutkan penggunaannya, namun dimaksudkan dalam konteks pendidikan.

Ketika turun Surat At-Tahrim [66] ayat 6 yang memerintahkan para suami untuk menjaga istri dan anak-anaknya (quu anfusakum), Sayyidina ‘Ali ibn Thalib r.a. menjelaskan bahwa maknanya adalah tegakkan adab dan tanamkan ilmu (addibuhum wa ‘allimuhum) kepada mereka. Sejak saat itulah, konsep adab dulu sebelum ilmu, ta-addabuu tsumma ta’allamuu, sering digunakan di kalangan para sahabat dan tentu di masa generasi selanjutnya.

Secara ringkas berdasarkan kajian mendalam akan penggunaan diksi ‘adab’ dalam sejarah peradaban Islam, disederhanakan maknanya oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas sebagai the discipline of body, mind and soul, yakni hadirnya kedisiplinan jasad, akal dan jiwa. Pendidikan dengan demikian fokus pada membangun kedisiplinan akal, jiwa dan jasad dengan berbagai program turunannya yang bertahap dan dapat dievaluasi.

Ketika adab dimaknai sebagai kedisiplinan, maka pendidikan sudah seharusnya mendahulukan standar kedisiplinan di awal pendidikan, selama proses pendidikan, hingga target akhir pendidikan. Sehingga ada adab sebelum ilmu, adab selama menjalani proses menuntut ilmu, dan adab sebagai wujud keberkahan ilmu.

Adab sebelum ilmu bertujuan mengundang Ridha Allah sebagai Pemilik Ilmu agar menurunkan ilmu-Nya yang banyak ke dalam jiwa murid dan menjadikan murid lebih mudah memahaminya. Adab selama proses menuntut ilmu bertujuan agar terbentuk pembiasaan baik sesuai standar Al-Qur’an dan As-Sunnah, sehingga terwujudlah murid dengan kelulusan sesuai standar adab yang dapat diukur dan dievaluasi bersama.

Untuk menjalankan seluruh proses pengembangan kedisiplinan ini tentu harus terbangun ekosistem yang holistik, sejak dari hulu hingga ke hilir. Oleh karenanya, adab jangan dipersepsikan sebagai pelajaran khusus yang terpisah dari pelajaran lainnya, melainkan bagian yang integral dari keseluruhan. Tidak akan tercapai target murid yang beradab jika cara pandang penyelenggara pendidikan masih bersifat parsial atau tidak menyeluruh.

Ketika Rasulullah SAW menegaskan bahwa sumber adab itu adalah Al-Qur’an dan bahwa Al-Qur’an adalah hidangan adab dari Allah SWT (ma’dubatullah), maka Al-Qur’an jangan juga menjadi pelajaran pelengkap penderita. Al-Qur’an harus menjadi sumber dari segala kebijakan, pemikiran dan ruh dari pergerakan pendidikan. Seluruh kurikulum yang meliputi tujuan, isi, proses dan evaluasi sudah semestinya diturunkan dari Al-Qur’an.

Secara ringkas, adab dalam pandangan hidup Islam dimaknai sebagai:

    1. Al-Qur’an dengan kandungannya yang merupakan hidangan (ma’dabah)
    2. Kemampuan melakukan the right action (tindakan yang benar)
    3. Kemauan spread the wisdom (menyebarkan kebenaran)
    4. Kedisiplinan yang meliputi akal, jiwa, dan jasad
    5. Kedisiplinan (adab) dalam proses pendidikan melahirkan murid yang memiliki kedisiplinan (adab)

Penjelasan Ilmiah

1. Lembaga Pendidikan adalah Partner Utama Para Suami Dalam Menjalani Tugas Menegakkan Adab dan Menanamkan Ilmu kepada Keluarga

Allah SWT berfirman dalam Surat At-Tahrim [66] ayat 6:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman!
Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras,
yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka
dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Ayat ini turun kepada para suami untuk menunaikan tugasnya sebagai suami atau ayah yang berdaya. Lembaga pendidikan dengan demikian dapat memposisikan diri sebagai partner bagi kesuksesan para ayah berdaya. Jika seorang ayah belum memiliki visi, misi dan kompetensi yang diharapkan, maka lembaga pendidikan dapat melakukan rekayasa sosial (social engineering) seperti menyelenggarakan Sekolah Adab Untuk Orang Tua, sehingga memiliki dasar-dasar keilmuan yang sama, dan siap mengembangkan dirinya lebih jauh serta beramal jama’i bersama lembaga pendidikan dalam mensukseskan arahan Allah SWT dalam ayat tersebut.

Sayyidina ‘Ali ibn Abi Thalib r.a. menafsirkan ayat di atas pada perintah ‘Jagalah keluarga kalian’ dengan menegakkan adab dan mengajarkan ilmu kepada keluarga (أدبوهم وعلموهم). Maka, ayat di atas turun kepada para suami yang menjadi pemimpin bagi keluarga yang tidak akan membiarkan keluarga mereka bermaksiat kepada Allah SWT sehingga terlepas dari Jannah. Pesan Rasulullah SAW dalam riwayat al-Bukhari no. 2554 dan Muslim no. 1829 dari ‘Abdullah ibn ‘Umar r.a.:

كُلُّكُمْ رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ، وَالعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ، أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Amir (kepala Negara), dia adalah pemimpin manusia secara umum, dan dia akan diminta pertanggungjawaban atas mereka. Seorang suami dalam keluarga adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang istri adalah pemimpin di dalam rumah tangga suaminya dan terhadap anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang hamba sahaya adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dia akan dimintai pertanggungjawaban atasnya. Ketahuilah, bahwa setiap kalian adalah pemimipin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas siapa yang dipimpinnya.”

Maka, para suami memimpin keluarganya untuk sentiasa mengingat Allah, sebagai ‘Abdullah ibn ‘Abbas r.a. mewasiatkan:

اعْمَلُوا بطاعة الله واتقوا معاصي الله، وأمروا أهليكم بالذكر ينجكم اللَّهُ مِنَ النَّارِ

“Berbuatlah ketaatan kepada Allah dan takutlah dari bermaksiat kepada Allah. Perintahkanlah keluargamu (anak dan istrimu) untuk berdzikir, semoga Allah menyelamatkan kalian dari neraka.”

Para suami hendaknya selalu berwasiat kepada keluarga sebagaimana wasiat Mujahid rahimahullah:

اتَّقُوا اللَّهَ وَأَوْصُوا أَهْلِيكُمْ بتقوى الله

Bertakwalah kepada Allah dan berwasiatlah kepada keluarga kalian agar mereka bertakwa kepada Allah.”

Hukumnya wajib bagi suami untuk mendidik istri dan anak-anaknya dengan adab dan ilmu. Berkata An-Nawawi rahimahullah dalam Riyadhushshalihin:

باب وجوب أمره أهله وأولاده المميزين وسائر من في رعيته بطاعة الله تعالى ونهيهم عن المخالفة وتأديبهم ومنعهم من ارتكاب مَنْهِيٍّ عَنْهُ

Bab wajib (bagi seorang suami) untuk memerintahkan istrinya dan anak-anaknya yang sudah mumayyiz serta semua orang yang ada dalam tanggung jawabnya untuk mengerjakan ketaatan kepada Allah Ta’ala dan melarang mereka dari semua penyimpangan serta wajib mengatur mereka serta mencegah mereka terhadap hal-hal yang dilarang agama.

Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah juga mengatakan dalam Al-Istidzkar, hlm. 510:

فواجب على كل مسلم أن يعلم أهله ما بهم الحاجة إليه من أمر دينهم ويأمرهم به، وواجب عليه أن ينهاهم عن كل ما لا يحل لهم ويوقفهم عليه ويمنعهم منه ويعلمهم ذلك كله

Wajib bagi setiap muslim untuk mengajarkan keluarganya perkara-perkara agama yang mereka butuhkan dan wajib memerintahkan mereka untuk melaksanakannya. Wajib juga untuk melarang mereka dari segala sesuatu yang tidak halal bagi mereka dan menjauhkan serta mencegah mereka dari semua itu. Dan wajib mengajarkan mereka semua hal ini (perintah dan larangan).

Kebahagiaan sejati seorang suami yang shalih adalah ketika melihat keluarganya berada dalam ketakwaan kepada Allah SWT, sebagaimana al-Hasan al-Bashri dahulu memotivasi:

أن يُري الله العبد المسلم من زوجته، ومن أخيه، ومن حميمه طاعة الله. لا والله ما شيء أقر لعين المسلم من أن يرى ولدا، أو ولد ولد، أو أخا، أو حميما مطيعا لله عز وجل.

Yang ingin dilihat Allah pada hamba muslim dari istri, saudara, dan sahabat karibnya adalah mereka semua taat pada Allah. Wallahi, demi Allah, tidak ada sesuatu yang lebih menyenangkan pandangan mata seorang muslim melebihi ketaatan pada Allah yang ia lihat pada anak, cucu, saudara dan sahabat karibnya.”
(Tafsir Al Qur’an al-‘Azhim, 10: 333).

a. Memulai dengan menguatkan Istri sebagai partner pendidikan di rumah

Para suami dapat memulai tugasnya dengan memimpin pembiasaan baik kepada istrinya yang merupakan partnernya dalam tugas pendidikan di keluarga seperti misalkan dengan memperhatikan shalat malam istrinya. Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda sebagaimana riwayat Abu Dawud no. 1450, an-Nasai no. 1610, dan Ahmad 2: 250:

رَحِمَ اللهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَصَلَّتْ، فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ، وَرَحِمَ اللهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَصَلَّى فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ الْمَاءَ

Semoga Allah merahmati seorang lelaki yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia membangunkan istrinya lalu si istri mengerjakan shalat. Bila istrinya enggan untuk bangun, ia percikkan air di wajah istrinya. Semoga Allah merahmati seorang wanita yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia membangunkan suami lalu si suami mengerjakan shalat. Bila suaminya enggan untuk bangun, ia percikkan air di wajah suaminya.”

Sebuah syair disebutkan:

الام مدرسة اذا أعددتها * اعددت شعبا طيب الاعراق
الام روض ان تعهده الحيا * بالري أورق أيما ايراق
الام أستاذ الاساتذة الاولى * شغلت مأثرهم مدى الافاق

“Ibu bagaikan sekolah, jika engkau siapkan mereka dengan baik, maka engkau telah menyiapkan bibit dari masyarakat yang harum (baik).
Ibu adalah taman jika engkau merawatnya. Ia akan tumbuh segar dengan dipenuhi dedaunan rindang.
Ibu adalah guru pertama dari para guru. Peran mereka dirasakan sampai ke ujung ufuk.”

b. Bersama istri bahu-membahu membiasakan adab kepada anak-anak

Ketika istri telah menikmati visi, misi dan program kerja berbasis adab, maka sudah saatnya berdua saling berbagi tugas dalam harmoni yang indah, untuk membagi kenikmatan adab kepada anak-anak. Sebagai contoh, perhatikan bagaimana pesan Rasulullah SAW sebagaimana riwayat al-Bukhari no. 5376 dan Muslim no. 2022 terkait pembiasaan adab makan kepada anak:

يَا غُلاَمُ سَمِّ اللَّهَ ، وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ

Wahai anak, sebutlah nama Allah, dan makanlah dengan tangan kananmu, serta makanlah yang ada di hadapanmu.”

Atau pesan Rasulullah SAW lainnya terkait pembiasaan shalat sejak kecil, sebagaimana riwayat Abu Dawud no. 495 dari kakeknya Amr bin Syu’aib r.a.:

مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ

Perintahkan anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berumur 7 tahun. Pukul mereka jika tidak mengerjakannya ketika mereka berumur 10 tahun. Pisahkanlah tempat-tempat tidur mereka“.

2. Lembaga Pendidikan fokus pada penanaman adab sehingga ilmu menjadi barakah

Pahamilah bahwa ilmu milik Allah, bukan milik manusia. Pahamilah bahwa ilmu hanya akan turun ke dalam jiwa manusia yang diridhai-Nya. Jika Allah sudah ridha, ilmu akan turun dengan banyak, dan segalanya bukan saja akan dimudahkan-Nya tapi juga akan melahirkan banyak keberkahan.

Jangan terburu-buru menanamkan ilmu sebelum murid mencintai adab dan sentiasa merawat adabnya. Berkata Sayyidina ‘Umar ibn al-Khaththab r.a.:

تَأَدَّبُوا ثُمَّ تَعَلَّمُوا

Pelajarilah Adab, lalu pelajarilah ilmu.
(Imam as-Safarayini, Ghidza al-Baab Syarh Manzhumah al-Aadab, hlm. 27.
Imam Ibn Muflih, Al-Adab asy-Syar’iyyah, 4/264)

Yusuf bin Al Husain rahimahullah mengatakan:

بالأدب تفهم العلم

“Dengan adab, engkau akan memahami ilmu”
(Iqtidhaul Ilmi Al ‘Amal [31], dinukil dari Min Washaya Al Ulama liThalabatil Ilmi [17]).

Abdullah bin al-Mubarak rahimahullah berkata:

لا يَنْبُلُ الرَّجُلُ بِنَوْعٍ مِنْ الْعِلْمِ مَا لَمْ يُزَيِّنْ عِلْمَهُ بِالأَدَبِ

Seseorang tidaklah mulia dengan beragam ilmu selama dia tidak menghiasinya dengan adab.
(Al-Adab asy-Syar’iyyah, 2/264)

تعلمنا الأدب ثلاثين عاماً، وتعلمنا العلم عشرين

“Kami mempelajari masalah adab itu selama 30 tahun sedangkan kami mempelajari ilmu selama 20 tahun.”

Makhlad bin al-Husain berkata pada Abdullah ibn al-Mubarak rahimahullah,

نحن إلى كثير من الأدب أحوج منا إلى كثير من حديث

“Kami lebih butuh dalam mempelajari adab daripada banyak menguasai Hadits.”

Al-Laits bin Sa’ad rahimahullah mengatakan:

أنتم إلى يسير الأدب احوج منكم إلى كثير من العلم

“Kalian lebih membutuhkan adab yang sedikit, dari pada ilmu yang banyak”
(Syarafu Ashhab al-Hadits [122], Min Washaya al-‘Ulama li Thalabat al-‘Ilmi [17]).

Ibnu Sirin rahimahullah berkata,

كانوا يتعلمون الهديَ كما يتعلمون العلم

“Mereka -para ulama- dahulu mempelajari petunjuk (adab) sebagaimana mereka menguasai suatu ilmu.”

Abu ‘Abdillah al-Balkhi rahimahullah berkata:

أَدَبُ الْعِلْمِ أَكْثَرُ مِنْ الْعِلْمِ

Adabnya ilmu lebih banyak dibanding ilmu itu sendiri.
(Imam Ibn Muflih, al-Adab asy-Syar’iyyah, 4/264)

Makhladah bin al-Husein rahimahullah berkata:

نَحْنُ إِلَى كَثِيرٍ مِنَ الْأَدَبِ أَحْوَجُ مِنَّا إِلَى كَثِيرٍ مِنَ الْحَدِيثِ

Kita adalah kaum yang lebih banyak membutuhkan adab dibanding hadits.
(Al-Khathib al-Baghdadi, al-Jaami’ li Akhlaaq ar-Raawiy wa Adab as-Saami’, No. 11)

Ibrahim bin Habib rahimahullah berkata:

قَالَ لِي أَبِي: يَا بُنَيَّ، إِيتِ الْفُقَهَاءَ وَالْعُلَمَاءَ، وَتَعَلَّمْ مِنْهُمْ، وَخُذْ مِنْ أَدَبِهِمْ وَأَخْلَاقِهِمْ وَهَدْيِهِمْ، فَإِنَّ ذَاكَ أَحَبُّ إِلَيَّ لَكَ مِنْ كَثِيرٍ مِنَ الْحَدِيثِ

Ayahku berkata kepadaku: “Wahai anakku, datangilah ahli fiqih dan ulama, belajarlah dari mereka, ambillah adab mereka, akhlak dan juga arahan mereka, sebab itu lebih aku sukai bagimu dibanding banyak memiliki hadits.”
(Al-Khathib al-Baghdadi, al-Jaami’ li Akhlaaq ar-Raawiy wa Adab as-Saami’, No. 10)

Abu Zakaria al-Anbari rahimahullah berkata:

عِلْمٌ بِلَا أَدَبٍ كَنَارٍ بِلَا حَطَبٍ، وَأَدَبٌ بِلَا عِلْمٍ كَرُوحٍ بِلَا جِسْم

Ilmu Tanpa adab seperti api tanpa kayu bakar dan adab tanpa ilmu seperti ruh tanpa jasad.
(Al-Khathib al-Baghdadi, al-Jaami’ li Akhlaaq ar-Raawiy wa Adab as-Saami’, No. 12)
Adab al-Imla’ wa al-Istimla’ [2], Min Washaya al-‘Ulama li Thalabati al-‘Ilmi [10]

Imam Abu Hanifah berkata,

الْحِكَايَاتُ عَنْ الْعُلَمَاءِ وَمُجَالَسَتِهِمْ أَحَبُّ إلَيَّ مِنْ كَثِيرٍ مِنْ الْفِقْهِ لِأَنَّهَا آدَابُ الْقَوْمِ وَأَخْلَاقُهُمْ

“Kisah-kisah para ulama dan duduk bersama mereka lebih aku sukai daripada menguasai beberapa bab fiqih. Karena dalam kisah mereka diajarkan berbagai adab dan akhlaq luhur mereka.”
(Al-Madkhal, 1: 164)

Imam Malik juga pernah berkata, “Dulu ibuku menyuruhku untuk duduk bermajelis dengan Robi’ah Ibnu Abi ‘Abdirrahman -seorang fakih di kota Madinah di masanya-. Ibuku berkata,

تعلم من أدبه قبل علمه

“Pelajarilah adab darinya sebelum mengambil ilmunya.”

Imam Malik rahimahullah juga pernah berkata:

تعلم الأدب قبل أن تتعلم العلم

“Belajarlah adab sebelum belajar ilmu”
(Hilyatul Auliya [6/330], dinukil dari Min Washaya Al Ulama liThalabatil Ilmi [17])

Dalam Siyar A’lamin Nubala’ karya adz-Dzahabi disebutkan bahwa ‘Abdullah bin Wahab berkata,

ما نقلنا من أدب مالك أكثر مما تعلمنا من علمه

“Yang kami nukil dari (Imam) Malik lebih banyak dalam hal adab dibanding ilmunya.”

3. Mengembangkan Adab yang Holistik

Ber kata Ibn Hajar al-Atsqallani rahimahullah:

وَالْأَدَبُ اسْتِعْمَالُ مَا يُحْمَدُ قَوْلًا وَفِعْلًا وَعَبَّرَ بَعْضُهُمْ عَنْهُ بِأَنَّهُ الْأَخْذُ بِمَكَارِمِ الْأَخْلَاقِ

“Al-Adab artinya menerapkan segala yang dipuji oleh orang, baik berupa perkataan maupun perbuatan.
Sebagian ulama juga mendefinsikan, adab adalah menerapkan akhlak-akhlak yang mulia.”

(Fathul Bari, 10/400).

‘Abdullah ibn ‘Abbas r.a.:

اُطْلُبْ الأَدَبَ فَإِنَّهُ زِيَادَةٌ فِي الْعَقْلِ ، وَدَلِيلٌ عَلَى الْمُرُوءَةِ مُؤْنِسٌ فِي الْوَحْدَةِ ، وَصَاحِبٌ فِي الْغُرْبَةِ ، وَمَالٌ عِنْدَ الْقِلَّةِ

Carilah adab karena itu adalah tambahan bagi akal, petunjuk bagi keluhuran budi, keramahan dalam kesepian, kawan dalam keterasingan, dan harta di saat sedikit kekayaan.

Ahnaf bin Qais rahimahullah berkata:

الأَدَبُ نُورُ الْعَقْلِ كَمَا أَنَّ النَّارَ نُورُ الْبَصَرِ

Adab adalah cahaya bagi akal, sebagaimana api adalah cahaya bagi mata.
(Al-Adab asy-Syar’iyyah, 2/264)

Sebagian Ahli Hikmah mengatakan:

لا أَدَبَ إلا بِعَقْلٍ ، وَلا عَقْلَ إلا بِأَدَبٍ

Tidak ada adab kecuali dengan akal, dan tidak ada akal kecuali dengan adab.
(Al-Adab asy-Syar’iyyah, 2/264)

الْعَوْنُ لِمَنْ لا عَوْنَ لَهُ الأَدَبُ

Pertolongan bagi orang yang tidak ada pertolongan adalah adab.
(Al-Adab asy-Syar’iyyah, 2/264)

Sebagian salaf mengatakan:

الأدب في العمل علامة قبول العمل

“Adab dalam amalan merupakan tanda diterimanya amalan.”
(Nudhrat an-Na’im fi Makarimi Akhlaq ar-Rasul al-Karim, 2/169).

Mari sentiasa kita berdo’a:

أسأل الله أن يزرقنا الأدب وحسن الخلق

Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar mengaruniakan pada kami adab dan akhlak yang mulia.

Depok, 12 September 2022
Dr. Wido Supraha, M.Si. | Direktur Institut Adab Insan Mulia


IKHTISAR

  1. Bukanlah sekedar sopan-santun atau karakter atau moral atau budi pekerti, karena masing-masing belum memiliki nilai (value)
  2. Bukan juga diposisikan sebagai pelajaran khusus yang terpisah dari pelajaran lainnya, melainkan sumber, proses dan tujuan
  3. Adab dalam pandangan hidup Islam bermakna:
    • Al-Qur’an dengan kandungannya yang merupakan hidangan (ma’dabah)
    • Kemampuan melakukan the right action (tindakan yang benar)
    • Kemauan spread the wisdom menyebarkan kebenaran
    • Kedisiplinan yang meliputi akal, jiwa, dan jasad
    • Kedisiplinan (adab) dalam proses pendidikan melahirkan murid yang memiliki kedisiplinan (adab)

Institut Adab Insan Mulia

▫️ Web: AdabInsanMulia.org
▫️ Telegram: t.me/sekolahadab
▫️ FB: facebook.com/adabinsanmulia
▫️ IG: instagram.com/adabinsanmulia
▫️ Twitter: twitter.com/adabinsanmulia
▫️ YouTube: www.youtube.com/AdabTVOnline
▫️ WA: https://chat.whatsapp.com/LELTACMjFab7bZm5igQoCB

Admin: wa.me/6287726541098

Related Articles

Leave a Reply

Back to top button