Kuliah Ramadhan 01: Perbaharui Imanmu, Tingkatkan Takwamu
Ramadhan dan Pendidikan Adab

Oleh: Dr. Wido Supraha, M.Si. (Direktur Institut Adab Insan Mulia)
Ilmu yang seharusnya pertama kali ditanamkan adalah ilmu tentang Allah. Ilmu ini akan melahirkan pemahaman yang mendalam mengapa harus bahagia bersama Allah. Kebahagiaan yang mendorong orientasi seluruh amal manusia ditujukan hanya karena Allah semata.
Seruan untuk melaksanakan kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan selama sebulan penuh, sejatinya adalah seruan khusus untuk orang-orang yang beriman. Hal ini karena tidak semua manusia beriman. Sangat wajar jika banyak manusia yang enggan berpuasa, pada hakikatnya, karena mereka belum mengenal Allah.
Mereka yang tidak mengenal Allah, bagaimana mungkin dapat diharapkan mencintai-Nya. Kecintaan yang mendalam kepada Allah sajalah yang membuat seseorang selalu membutuhkan Allah dan pada akhirnya selalu ingin mengekspresikan cintanya kepada Allah.
Di dalam Al-Qur’an, terdapat seruan Allah yang diperuntukkan kepada seluruh manusia tanpa mengenal sekat-sekat (agama, suku, ras, adat istiadat) dan seruan-Nya yang secara khusus diperuntukkan untuk orang-orang beriman. Terdapat 20x terulang seruan Allah kepada seluruh manusia, dan 89x terulang seruan Allah khusus kepada orang-orang beriman. Sifat Rahman-Nya adalah untuk seluruh manusia bahkan semesta alam, tapi sifat Rahim-Nya hanyalah diberikan kelak kepada orang-orang yang beriman.
Siapapun yang mengaku beriman, tentunya akan terpanggil untuk mengetahui apa isi seruan-Nya. Bahkan, karakter orang-orang beriman selalu siap sedia untuk mendengar dan segera ta’at (sami’na wa atha’na) atas apapun perintah yang datang dari Allah. Hal ini, karena setiap mukmin selalu cemburu tidak dimasukkan ke dalam golongan orang-orang beriman.
Siapapun bisa saja mengaku beriman kepada Allah SWT. Namun, jika keimanan itu tidak memiliki ukuran, maka akan ada sekian banyak mukmin yang beriman sekedar pengakuan lisan semata. Di sisi lain, akan ada banyak mukmin pula yang mewujudkan keimanannya dengan ragam cara sesuai perasaan jiwanya.
Iman dengan demikian membutuhkan ukurannya, sehingga dapat dievaluasi bersama. Tentu untuk mengukurnya juga tidak bisa sembarangan dan sesuai perasaan manusia. Terulangnya 89x seruan kepada orang-orang beriman, tentu menjadi salah satu referensi ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.
Ketika Allah menyeru hamba-Nya, tentu akan ada hal penting yang perlu segera diketahui dan dilaksanakan. Jika mukmin mengetahui ke-89 seruan tersebut, maka ia dapat melakukan ceklis, seberapa banyak darinya yang telah dilakukannya. Katakan, jika seseorang ternyata baru melaksanakan 45 perintah, maka ia bisa menyebutkan bahwa kadar keimanannya baru 45/89 persen, sehingga sisa umurnya seharusnya dapat dioptimalkan untuk melaksanakan sisanya sembari tetap merawat capaian yang telah dilakukan. Pada saat itu, mukmin tersebut akan hidup dalam produktifitas amal dan program kehidupan yang terarah menuju kesempurnaan imannya. Motivasi ini secara jelas disebutkan dalam Q.S. Al-Baqarah [2] ayat 208:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam (kedamaian) secara menyeluruh dan janganlah ikuti langkah-langkah setan! Sesungguhnya ia musuh yang nyata bagimu.
Iman pada hakikatnya bisa bertambah dan bisa pula berkurang. Bertambah dengan kesabaran dalam keta’atan demi keta’atan, berkurang dengan terjatuhnya dalam kemaksiatan demi kemaksiatan. Mengamalkan program keimanan di atas tentu membantu meningkatkan keimanan, bahkan memperbaharui keimanan.
Setiap hari, sejatinya manusia pun memperbaharui imannya melalui pengulangan syahadatain. Minimal 9x terulang pelafalannya dalam sehari saat tasyahhud dalam shalat fardhu. Kalimat yang bukan lagi mengembalikan seseorang kepada jalan keimanan, namun tentunya sudah pada tahap memperbaharuinya saat mengucapkannya dengan penuh pemaknaan yang mendalam.
Di antara isi seruan kepada orang-orang beriman itu adalah berpuasa di bulan Ramadhan, maka kewajiban berpuasa ini tentunya menjadi salah satu indikator peningkatan iman dan takwa, bahkan menjadi salah satu indikator utama, mengingat berpuasa di bulan Ramadhan adalah salah satu rukun dalam ber-Islam. Dengan demikian, berpuasa di bulan Ramadhan adalah seruan bagi orang-orang beriman agar semakin sempurna keimanannya dan terbaharukan kualitasnya. Begitu pula, berpuasa disini adalah seruan bagi orang-orang bertakwa, agar menjadi semakin bertakwa. Allah SWT berfirman dalam surat Ali ‘Imran [3] ayat 102:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.
Semoga Allah SWT sentiasa menjaga iman dan takwa, memperbaharui iman dan peningkatan takwa.
Institut Adab Insan Mulia
▫️ Web: AdabInsanMulia.org
▫️ Telegram: t.me/sekolahadab
▫️ FB: facebook.com/adabinsanmulia
▫️ IG: instagram.com/adabinsanmulia
▫️ Twitter: twitter.com/adabinsanmulia
▫️ YouTube: www.youtube.com/AdabTVOnline
▫️ WA: https://chat.whatsapp.com/LELTACMjFab7bZm5igQoCB
Admin: wa.me/6287726541098