Kuliah Ramadhan 02: Kewajibanmu Adalah Ekspresi Cintamu
Ramadhan dan Pendidikan Adab
Kata ‘kutiba‘ dalam perintah berpuasa Ramadhan di Surat Al-Baqarah [2] ayat 183 sebenarnya secara harfiah bermakna ‘telah dituliskan’. Diterjemahkan menjadi ‘telah diwajibkan’ atau ‘furidha‘, karena kewajibannya telah dituliskan sejak di Lauh Mahfuzh. Sejak diwajibkannya berpuasa selama bulan Ramadhan, sejak saat itu pula seluruh kaum muslimin bersegera untuk menunaikannya, untuk menyempurnakan keislaman mereka. Telah bersabda Rasulullah SAW dalam riwayat al-Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16 dari ‘Abdullah ibn ‘Umar r.a.:
بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ
“Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya; menegakkan shalat; menunaikan zakat; menunaikan haji; dan berpuasa di bulan Ramadhan.”
Bagi kaum muslimin yang telah mengenal hakikat Allah dan ingin mengekspresikan cintanya kepada Allah, maka perintah seperti berpuasa di bulan Ramadhan ini tentu adalah perintah yang sudah lama ditunggu. Hal ini karena siapapun yang mencintai Allah, pasti ingin mengekspresikan cintanya kepada Allah. Sebuah kewajiban bagi mereka yang memiliki cinta dimaknai sebagai kebutuhan.
Bayangkanlah realitas kehidupan di dunia, banyak manusia yang rela mendaki bukit dan menyeberangi lautan untuk mendapatkan cinta makhluk. Banyak manusia yang bahagia berkeringat dan bersusah payah melewati onak dan duri untuk menampakkan kualitas cintanya juga kepada makhluk. Pertanyaan mendasarnya, jika berpuasa di bulan Ramadhan masih terasa berat, seberapa besar sebenarnya kedalaman cinta kepada Sang Khalik Yang Maha Menciptakan?
Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Baqarah [2] ayat 165:
وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَشَدُّ حُبًّا لِّلّٰهِ
Adapun orang-orang yang beriman sangat kuat cinta mereka kepada Allah.
Dahulu, terdapat 3 (tiga) sahabat Nabi SAW yang begitu mencintai Allah dan sangat ingin mendapatkan cinta-Nya Allah melalui amalan-amalan berat dan di luar kebiasaan. Mereka sangat bahagia ketika berkomitmen tidak akan menikah selama-lamanya atau berpuasa setiap hari atau tidak tidur semalaman untuk tahajjud. Mereka rela melakukan amalan berat itu dengan penuh keikhlasan, tanpa paksaan.
Namun, ternyata ekspresi rasa cinta di dalam Islam, memiliki ukuran dan standarnya tersendiri, tidak boleh berlebihan, mengikuti perasaan. Rasulullah SAW bersabda, mengingatkan ketiga sahabat tersebut yang dipandang telah berlebihan (ghuluw) dalam ibadahnya tersebut, sebagaimana riwayat al-Bukhari no. 5063 dan Muslim no. 1401:
أَنْتُمُ الَّذِيْنَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا ؟ أَمَا وَاللهِ إِنِـّي لَأَخْشَاكُمْ لِلهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ، وَلَكِنِـّي أَصُوْمُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّى وَأَرْقُدُ، وَأَتَزَوَّجُ النِـّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِـي فَلَيْسَ مِنِـّي.
Benarkah kalian yang telah berkata begini dan begitu ? Demi Allâh , sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allâh dan paling taqwa kepada-Nya di antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku pun berbuka, aku shalat dan aku pun tidur, dan aku juga menikahi wanita. Maka, barangsiapa tidak menyukai sunnahku, ia tidak termasuk golonganku.
Ternyata, jika kewajiban telah dimaknai sebagai kebutuhan, akan hadir kebahagiaan dan kenikmatan. Jika tidak, hanya akan hadir kelelahan dan keputusasaan. Begitu rindunya para sahabat Nabi akan hadirnya Ramadhan, disebutkan dalam kitab Lathai’f al-Ma’arif hlm. 264:
كانوا يدعون الله تعالى ستة أشهر أن يبلغهم رمضان يدعونه ستة أشهر أن يتقبل منهم
“Dulu para sahabat, selama enam bulan sebelum datang Ramadhan, mereka berdoa agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan. Kemudian, selama enam bulan sesudah ramadhan, mereka berdoa agar Allah menerima amal mereka selama bulan Ramadhan.”
Luar biasa kecintaan mereka pada kelelahan berpuasa di bulan Ramadhan. Cinta memang membutuhkan ekspresi, maka kejarlah keridhaan Allah dalam setiap ekspresi cinta, agar kelelahan tidak menjadi kesia-siaan.
Di dalam Al-Qur’an sendiri, terdapat 13x terulang kata ‘kutiba‘, termasuk dalam masalah puasa, qishash, perang dan wasiat. Lebih detailnya dapat dilihat pada sebarannya di 11 ayat Al-Qur’an: Al-Baqarah [2] ayat 178, 180, 183, 216, 246; Ali Imran [3] ayat 154; An-Nisa [4] ayat 77 dan 127; At-Taubah [9] ayat 120-121; dan Al-Hajj [22] ayat 4. Setiap perkara yang diwajibkan tentu memberatkan, namun bukankah tidak ada kesuksesan tanpa melewati kelelahan demi kelelahan.
No. | Ayat | Perintah |
---|---|---|
1 | 2:178 | Qishash dengan anjuran meringankan |
2 | 2:180 | Berwasiat kepada kedua orang tua dan kerabat sebelum wafat (mansukh) |
3 | 2:183 | Berpuasa Ramadhan selama sebulan penuh |
4 | 2:216 | Berjihad dengan penuh kebahagiaan |
5 | 2:246 | Kisah kewajiban berperang kepada Bani Israil paska wafatnya Nabi Musa a.s. |
6 | 3:154 | Ketetapan kematian dalam kondisi terbunuh adalah takdir yang dapat dialami oleh setiap manusia |
7 | 4:77 | Kewajiban berperang yang sangat ditakuti oleh orang-orang munafik |
8 | 4:127 | Ketetapan mas kawin untuk perempuan yatim |
9 | 9:120 | Ketetapan ditulisnya pahala bagi para penduduk Madinah dan Arab Badui yang selalu membersamai perjuangan Rasulullah SAW |
10 | 9:121 | Ketetapan ditulisnya seluruh amal kebaikan di dunia |
11 | 22:4 | Ketetapan kerugian besar bagi yang senang berteman dengan syaithan |
Jika dalam sebuah peperangan, manusia harus siap menghadapi musuh selain dirinya, maka dalam ibadah berpuasa, manusia justru menghadapi musuh dari dalam dirinya. Jika perang membutuhkan persiapan persenjataan dan fisik, maka puasa membutuhkan persiapan ilmu, jiwa, fisik dan harta. Jika perang sangat menguji kesabaran menuju kemenangan, demikian pula puasa sangat dibutuhkan kesabaran agar tidak sekedar mendapatkan lapar dan dahaga semata. Rasulullah SAW bersabda dalam riwayat Ahmad no. 8693 dari Abu Hurairah r.a.:
رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ ، وَرُبَّ قَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ قِيَامِهِ السَّهَرُ
“Berapa banyak orang yang berpuasa, hanya mendapatkan dari puasanya rasa lapar dan haus saja, dan berapa banyak orang yang melakukan qiyamullail hanya mendapatkan dari qiyamullailnya terjaga (begadang) saja.”
Nikmatilah dalam mengamalkan kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan ini. Jadikanlah sebagai ekspresi cintamu yang terbaik. Apalagi, tidak ada yang tahu bahwa seseorang benar-benar berpuasa, kecuali dirinya dengan Allah. Ekspresi cinta yang memang tidak membutuhkan pengakuan siapapun kecuali hanya dari Dzat Yang Cinta-Nya sangatlah dibutuhkan.
Perhatikanlah bagaimana dahulu Nabi Dawud a.s. mengekspresikan cintanya kepada Allah SWT dalam do’anya. Rasulullah SAW menceritakan hal tersebut, sebagaimana riwayat at-Tirmidzi No. 3556, Al-Hakim (2:433), dan Ibnu ‘Asakir (5/352/2) dari Abu ad-Darda r.a.:
كَانَ مِنْ دُعَاءِ دَاوُدَ يَقُوْلُ : اللَّهُمَّ ! إِنِّي أَسْألُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ ، وَالعَمَلَ الَّذِي يُبَلِّغُنِي حُبَّكَ . اللَّهُمَّ ! اِجْعَلْ حُبَّكَ أَحَبَّ إِليَّ مِنْ نَفْسِيْ وَأَهْلِي ، وَمِنَ المَاءِ البَارِدِ
رَوَاهُ التِّرْمِذِي وَقاَلَ : حَدِيْثٌ حَسَنٌ
“Di antara doa Nabi Daud a.s. adalah ‘ALLAHUMMA INNI AS-ALUKA HUBBAKA, WA HUBBA MAYYUHIBBUKA, WAL ‘AMALA ALLADZI YUBALLIGHUNII HUBBAKA. ALLAHUMMAJ’AL HUBBAKA AHABBA ILAYYA MIN NAFSII WA AHLII WA MINAL MAA-IL BAARID’
(Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu untuk selalu mencintai-Mu, mencintai orang yang selalu mencintai-Mu, dan amal yang dapat menyampaikanku untuk lebih mencintai-Mu. Ya Allah, jadikanlah cinta kepada-Mu melebihi cintaku terhadap diriku sendiri, keluarga, dan air yang dingin).”
Semoga Allah SWT memudahkan hamba-Nya dalam mengekspresikan cinta dan keikhlasan hanya kepada Allah SWT dan dimudahkan untuk mendapatkan keridhaan-Nya.
Institut Adab Insan Mulia
▫️ Web: AdabInsanMulia.org
▫️ Telegram: t.me/sekolahadab
▫️ FB: facebook.com/adabinsanmulia
▫️ IG: instagram.com/adabinsanmulia
▫️ Twitter: twitter.com/adabinsanmulia
▫️ YouTube: www.youtube.com/AdabTVOnline
▫️ WA: https://chat.whatsapp.com/LELTACMjFab7bZm5igQoCB
Admin: wa.me/6287726541098